Efek Merokok Bagi Kesehatan


PENDAHULUAN
Prilaku Merokok merupakan kebiasaan yang mempunyai daya merusak cukup besar bagi kesehatan. Hubungan antara merokok dengan berbagai macam penyakit seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, risiko terjadinya neoplasma larynx, esophagus dan sebagainya, telah banyak diselidiki.
Kebiasaan merokok juga diasosiasikan dengan berbagai macam perubahan yang berbahaya dalam rongga mulut seperti kaitannya dengan kanker mu1ut(2,4). Penelitian-penelitian mengenai hubungan merokok dengan penyakit periodontal juga sudah dilaporkan; perokok menderita periodontitis yang lebih parah dan mempunyai insidens acute ulcerative gingivitis yang lebih tinggi daripada bukan perokok.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengulas efek merokok terhadap mukosa mulut, bakteri mulut, kebersihan mulut dan periodontium; sebelumnya diuraikan lebih dahulu karakteristik komponen tembakau rokok.
KARAKTERISTIK KOMPONEN TEMBAKAU ROKOK
Asap rokok tembakau mengandung gas dan bahan-bahan kimia yang bersifat racun dan atau karsinogenik(5,6). Komposisi kimia dan asap rokok tergantung pada a) jenis tembakau, b) disain rokok, seperti ada tidaknya filter, bahan-bahan tambahan, dan sebagainya, c) pola merokok individu.
Dari satu batang rokok yang dibakar/disulut, dihasilkan kira-kira 500 mg gas (92%) dan bahan-bahan partikel padat (8%)(4). Sebagian besar fase gas adalah karbondioksida, oksigen - dan nitrogen(4). Meskipun persentase karbonmonoksida rendah, tetapi menaikkan tekanan darah secara bermakna yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran hemoglobin(4). Tar (hidrokarbon aromatik) berkisan antara < 1 –35 mg dan dalam kelompok ini terdapat bahan karsinogen yang paling poten(4). Kandungan nikotin berkisar dari <1 – 3 mg, mempunyai efek farmakologis yang mendorong faktor habituasi atau ketergantungan psikis, yang merupakan suatu sebab mengapa seorang perokok sulit untuk berhenti merokok(7). Filter yang baik sudah tentu dapat mengurangi bahan-bahan ini.
Nikotin berbentuk cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap(8). Nikotin berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara; kadannya dalam tembakau antana 1–2%(8). Nikotin mendorong terjadinya adhesi platelet yang diasosiasikan dengan penyakit kardiovaskuler dan hipertensi(4). Nikotin merupakan bahan yang mempunyai aktifitas biologi yang poten yang akan menaikkan tingkat epinefrin dalam danah, menaikkan tekanan darah, menambah denyut jantung dan menginduksi vasokonstriksi perifer(8,9). Nikotin selain dimetabolisme di hati, paru-paru dan ginjal, juga diekskresi melalui air susu. Pada perokok berat, kadar nikotin dalam air susu dapat mencapai 0,5 mg/l.
Kandungan Tar dalam rokok di negara-negana yang sedang berkembang cukup tinggi(6). Di Cina, Indonesia dan India misalnya, kandungan Tar berkisar antana 19 – 33 mg, sedang di negara-negara industri, kandungan Tar berkisar antara 0,5 –20 mg(10). Kandungan Tar dan- -nikotin di pasaran Inggris dan Amerika Serikat telah menurun(6), sedangkan salah satu merek rokok di Indonesia mengandung 55 mg Tar/batang rokok.
Selain bahan-bahan tersebut di atas, masih banyak terdapat zat-zat kimia lainnya yang berefek buruk yang dihasilkan pada pembakaran tembakau di antaranya : piridin, fenol, hidrogen sianida, amonia, benzene, benz(a) anthracene, benzo(a) pyrene, dan sebagainya(6,8). Bahan-bahan ini tentu menambah sifat toksik dan asap rokok(8). Lebih dari 1000 macam bahan telah diidentifikasi dalam tembakau.
Banyak penelitian labocatoris mengungkapkan bahwa beberapa hidrokarbon yang diisolasi dari hasil produk tembakau dapat menginduksi karsinoma bukal pada binatang-binatang percobaan dalam kondisi-kondisi ekspenimen tertentu(4). Telah diketahui bahwa benz(a) anthracene merupakan hidrokarbon yang bersifat karsinogenik(11,12). Sementara itu, benzo(a) pyreneselain bersifat mutagenik, juga karsinogenik(4,12) mengikat diri ke nukleoprotein. Di samping itu, enzim AHH (Aryl Hydrocarbon Hydroxylase) yang terutama dihasilkan pada lekosit manusia dalam jumlah yang berbeda-beda, menambah sifat karsinogenik dan benzo(a) pyrene(4). Karena itu, perokok yang mempunyai enzim ini dalam jumlah banyak mungkin mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena kasus keganasan pada bagian-bagian "zona tembakau" dalam mulutnya.
Dari setiap kepu Ian asap rokok, perokok menghirup kira kira 50 mg bahan, 18 mg darinya berupa bahan partikel padat yang berupa droplet aerosol cair dan partikel Tar padat sub- mikroskopik dengan diameter mikron atau lebih kecil. Sisanya terdini dari karbondioksida dan sampai 5% karbonmonoksida, tercampur déngan oksigen dan nitrogen dan udara.
EFEK MEROKOK TERHADAP MUKOSA MULUT
Bahan-bahan kimia dan gas dalam asap rokok, seperti :
amonia, hidrogen Sianida, nikotin, dan sebagainya, merangsang infeksi mukosa. Merokok dapat memperlambat penyembuhan luka. Dry Socket terjadi empat kali lebih banyak pada perokok daripada bukan perokok.
Merokok menyebabkan perubahan panas pada jaringan mukosa mulut(14). Initasi kronis dan panas menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur(14). Rangsangan asap rokok yang lama dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena, yang bervariasi dan penebalan menyeluruh bagian epitel mulut (smoker’s keratosis) sampai bercak putih keratotik yang menandai leukoplakia dan kanker mulut(5). Leukoplakia bervariasi dan lesi putih yang rata/halus sampai lesi yang tebal dan keras. Kira-kira 3% – 5% kasus yang didiagnosis leukoplakia akan berkembang menjadi kanker(13). Oral leukoplakia merupakan lesi prekanker.
Tembakau merupakan penyebab keratosis yang paling sering dalam mulut. Pasien sering kali mempunyai kebersihan mulut yang buruk dan berada pada dekade kehidupan ke lima atau enam. Lebih sering menyerang pria daripada wanita dan ada hubungan antara jumlah rokok dan jumlah serta keparahan lesi(15). Jumlah rokok yang dihisap lebih penting daripada lamanya merokok. Kerentanan individu tampaknya menjadi faktor yang penting dalam menentukan derajat dan sifat dan hiperkeratosis.
Pada perokok yang menggunakan pipa, sering dijumpai adanya stomatitis nikotina(13). Gejalanya antara lain adanya kemerahan di daerah palatum, yang akhirnya menjadi keabu-abuan dan kemungkinan mengkerut. Pada waktunya, terlihat pertumbuhan bercak putih yang kecil pada palatum molle dekat duktus kelenjar liur. Stomatitis seperti in janang berkembang menjadi kanker. Menghentikan kebiasaan merokok dengan pipa, biasanya akan menyelesaikan masalah ini.
Pada perokok sigaret, perubahan mulut biasanya lebih luas. Mukosa bukal pipi tampak berwanna putih susu, terutama pada daerah cominisura, dan menghilang ke daerah gigi geraham besar. Pasien yang sering membiarkan sigaret tetap tergantung di bibir sering mengalami pembentukan groove yang dapat terkeratinisasi.
Karsinoma mukosa mulut terutama disebabkan oleh karsinogen bahan kimia di samping fisik dan virus(17,18). Berkembangnya neoplasma pada individu akibat stimulus karsinogenik ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan/genetik, diet, hormonal, jenis kelamin, dan sebagainya(18). Merokok mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut(15). Tembakau mengeluarkan efek karsinogenik yang tampaknya bersifat kimia(15).
Terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dengan kanker di berbagai bagian mulut(19). Keller (1967) mengungkapkan adanya asosiasi yang bermakna antara merokok dengan kanker mulut (tidak termasuk bibir)(19), juga melaporkan adanya asosiasi yang bermakna secara statistik antana merokok dengan kanker bibir.
Merokokdiperkirakandapatmeningkatkan terjadinya kanker mulut sebanyak dua sampai empat kali(20). Sementara itu, penelitiän prospektif di Universitas California, San Fransisco mengungkapkan bahwarisiko terkena kanken mulut bagi perokok kira-kira lima kali daripada bukan perokok.
EFEK MEROKOK TERHADAP BAKTERI MULUT
Perubahan variasi potensial reduksi-oksidasi (Eh) di daerah gingivadan rongga mulut merupakan indikasi adanya anaenobiosis. Merokok dapat menyebabkan penurunan Eh dan ini akan mengakibatkan peningkatan bakteri plak yang anaerobik. Hipotesis ini telah diuji oleh Kenney et al. pada tahun 1975. Kenney melaporkan adanya penurunan nilai potensial reduksi-oksidasi yang bermakna, baik pada regio gingiva molar pertama rahang atas maupun pada dasar mulut dan 19 orang perokok dan 19 orang bukan perokok, Iangsung setelah merokok sebatang sigaret(9). Efek penurunan tersebut tampaknya mendorong pertumbuhan mikro-organisme yang anaerobik.
Colman et at. 1976, menemukan bahwa Neissena (Gram-negatif aerob) lebih sedikit jumlahnya pada plak, lidah dan palatum dari 5 orang sampel laki-laki muda yang merokok lebih dari 20 batang sigaret sehani bila dibanding dengan 4 orang sampel lainnya yang tidak merokok(9). Mereka meny bahwa perubahan-penubahan tersebut mungkin akibat kondisi anaerobik yang lebih banyak tendapat pada perokok atau sifat anti-bakteri dan asap rokok tembakau. Asap rokok tembakau mengandung fenol dan sianida yang berpengaruh terhadap sifat-sifat toksik dan anti-bakteri.
Bastian dan Waite (1978) melaporkan jumlah proporsi bakteri pewarnaan Gram pada perkembangan plak d 10 perokok dan 10 bukan perokok. Dilaporkan bahwa pada hari ke 3 tahap awal pembentukan plak, pada kelompok perokok terdapat peningkatan persentase bakteri Gram-positif terhadap bakteri Gram-negatif yang bermakna secara statistik daripada kelompok bukan perokok. Sedang pada hari ke 7 dan ke 10 pembentukan plak, persentase bakteri Grain positif terhadap persentase bakteri Gram negatif tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok tersebut.
Sementara itu, penetitian Bandell secara in vitro mengkonfirmasikan bahwa bakteri Gram positif tampaknya kurang rentan terhadap asap rokok tembakau danipada bakteri Gram negatif.[...]


0 Response to "Efek Merokok Bagi Kesehatan"

Post a Comment