Hubungan Serum Feritin Ibu Hamil Trimester ke Tiga dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah


ABSTRAK
Latar Belakang: Suatu cara untuk menilai persediaan besi adalah pengukuran kadar feritin serum. Sampai saat ini, angka anemia defisiensi besi pada kelompok ekonomi rendah yang berhubungan dengan status besi ibu hamil trimester ke tiga dan status besi bayi yang dilahirkan terutama BBLR belum banyak dilaporkan.
Tujuan: Mengetahui gambaran status besi ibu hamil trimester ke tiga yang melahirkan BBLR dengan memeriksa kadar hemoglobin dan feritin serum; dan hubungan status sosial ekonomi dengan kadar feritin serum ibu hamil trimester ke tiga serta hubungan suplementasi besi dengan kadar feritin serum ibu hamil.
Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.
Cara Kerja: Subyek adalah semua kasus ibu hamil yang melahirkan bayi BBLR (< 2500 gram). Kadar Hb diperiksa memakai metode sianmethemoglobin. Feritin serum diperiksa dengan metode immunochemiluminescence (ICMA), menggunakan alat IMMULITE 2000 (di laboratorium Prodia).
Hasil: Rata-rata kadar hemoglobin BBLR dalam penelitian ini adalah 17,137 (SB 2,083) g/dL dengan kadar feritin serum rata-rata 338,30 (SB 271,58) ng/mL. Koefisien korelasi 0,538 dengan nilai kemaknaan 0,002 (p < 0,01). Menurut hasil analisis jalur didapatkan: hubungan status besi (feritin serum) ibu hamil dengan status besi (feritin serum) BBLR bermakna (p < 0,01); antara status sosial-ekonomi dengan status besi (feritin serum) ibu hamil bermakna (p < 0,05); antara suplementasi besi dengan status besi (feritin serum) ibu hamil bermakna (p < 0,01).
Kesimpulan: Ada hubungan antara kadar feritin serum ibu hamil trimester ke tiga dengan kadar feritin serum BBLR yang dilahirkan; ada hubungan antara status sosial-ekonomi ibu hamil dengan kadar feritin serum BBLR yang dilahirkan serta ada hubungan antara suplementasi besi dengan status besi (feritin serum) ibu hamil.
PENDAHULUAN
Sampai saat ini bayi berat lahir rendah (BBLR) masih merupakan salah satu masalah kesehatan penting di negara-negara berkembang. Penelitian Villar dkk2 menunjukkan bahwa angka kejadian BBLR di negara berkembang 4 kali lebih besar dibandingkan di negara maju. Di Indonesia angka kejadian BBLR bervariasi; dari hasil studi multicenter di 7 daerah pada tahun 1990 diperoleh angka kejadian BBLR antara 2,1–17,2%,3 sedangkan dari Survai Kesehatan Nasional didapatkan angka 14,0%.4 Di RSUP Manado sendiri antara tahun 1995-1999 dilaporkan angka kejadian BBLR berkisar 8,5 - 9,5%.5,6 Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko BBLR, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu, janin dan plasenta. Di antara faktor-faktor risiko tersebut, masalah anemia defisiensi besi (ADB) selama kehamilan merupakan faktor risiko yang sangat menarik untuk dikaji, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi.7 Beberapa penulis telah mengindikasikan bahwa ADB selama kehamilan berhubungan dengan kelahiran prematur, BBLR, dan peningkatan kematian perinatal.
Hubungan antara status besi ibu hamil dengan status besi janin/bayi telah menarik perhatian dan masih diperdebatkan. Terdapat asumsi bahwa status besi janin maupun bayi baru lahir sangat tergantung pada status besi ibu selama hamil.13-15. Walaupun demikian sebagian besar peneliti berpendapat bahwa penurunan cadangan besi pada ibu hamil tidak berpengaruh terhadap cadangan besi tubuh janin atau bayi. Hal ini dilaporkan di negara-negara seperti India,16 Cina,17 Jepang,18 dan Irlandia.19 Janin dan plasenta diduga mampu mengambil besi dengan cara menguras simpanan besi ibu, bahkan pada ibu-ibu yang sudah mengalami deplesi besi.
Sebaliknya Singla dkk14 pada penelitiannya mendapatkan hubungan langsung antara status besi ibu dengan status besi tali pusat bayi, makin berat derajat anemia ibu makin rendah kadar hemoglobin dan besi serum bayinya. Singla dkk berkesimpulan bahwa status besi ibu bertanggung jawab terhadap cadangan besi bayi yang dilahirkannya.14 Pada penelitian DeBenaze dkk21 di Perancis menemukan hubungan yang jelas antara status besi ibu hamil dengan status besi bayi sampai usia 2 bulan post partum. Demikian pula Tekinalp dkk22 di Turki mendapatkan kadar feritin ibu pada kelahiran berhubungan dengan kadar feritin serum bayi usia 2 bulan.
Peneliti-peneliti lain menemukan hal yang berbeda. Rios dkk23 meneliti hubungan cadangan besi ibu hamil dan bayi dengan mengukur kadar feritin serum ibu pada akhir kehamilan dan tali pusat bayi saat melahirkan. Kadar feritin tali pusat ternyata lima kali lebih tinggi dari kadar feritin ibu. Selain itu tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar feritin pada bayi-bayi yang berasal dari ibu anemia dan non anemia.
Disimpulkan bahwa janin dari ibu anemia maupun non anemia mendapat zat besi dalam jumlah sama selama kehamilan dan cadangan besi ibu hamil tidak berpengaruh terhadap jumlah besi yang diperoleh janin selama kehidupan intrauterin. Penemuan yang sama diperoleh oleh Lao dkk. Preziosi dkk28 mendapatkan prevalensi defisiensi besi turun secara bermakna dalam trimester ke tiga kehamilan pada kelompok ibu hamil yang diberi suplemen besi. Pengaruh ini juga tampak tiga bulan setelah persalinan pada status besi bayi yang lahir dari ibu yang mendapat suplementasi besi. Akan tetapi studi lain melaporkan suplementasi besi ibu tampaknya tidak menghasilkan efek yang bermakna terhadap status besi janin atau bayi baru lahir.
Saat ini tes laboratorium untuk diagnosis anemia terutama dilakukan dengan menentukan kadar hemoglobin (Hb) darah, sementara telah diketahui bahwa anemia adalah hasil akhir dari suatu defisiensi lanjut. Penilaian persediaan besi tubuh merupakan tes yang paling sensitif untuk defisiensi besi.Cara yang akhir-akhir ini banyak dipakai adalah pengukuran kadar feritin serum yang merupakan indikator terbaik kadar besi dalam tubuh, kadar yang rendah dapat dipakai untuk mendiagnosis adanya defisiensi besi.
Tingginya prevalensi ADB pada bayi terutama pada kelompok sosial-ekonomi rendah,33 menyebabkan dibutuhkan lebih banyak lagi penelitian hubungan status besi ibu hamil dengan status besi bayi yang dilahirkan, terutama pada BBLR. Hal ini mengingat kecenderungan bayi-bayi ini untuk menderita ADB dan konsekuensinya pada perkembangan mental maupun motorik bayi-bayi tersebut.
Selain itu, walaupun penelitian mengenai defisiensi besi pada bayi normal dan anak cukup banyak dilakukan di Indonesia,34,35 tetapi belum banyak penelitian pada BBLR terutama menyangkut status besi pada saat lahir.
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara status besi ibu hamil trimester ke tiga dengan status besi BBLR ditinjau dari kadar feritin serum.[...]

2 Responses to "Hubungan Serum Feritin Ibu Hamil Trimester ke Tiga dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah"