PENDAHULUAN
Bronkoskopi diperkenalkan kali pertama oleh Killian
lebih kurang 90 tahun lalu. Bronkoskop kaku ini dikembangkan
oleh Jackson sehingga metoda bronkoskopi menjadi suatu tindakan baku
untuk diagnosis dan terapi. Mula-mula tindakan ini digunakan untuk memastikan
dan mengangkat benda asing dalam trakea dan bronkus, termasuk tumor kecil.
Penggunaannya semakin luas sejalan dengan perkembangan bedah toraks.
Baru pada tahun 1966 Ikeda mengembangkan bronkoskop serat
optik lentur yang merupakan pengembangan alat serupa yang digunakan oleh
Hirschowitz untuk pemeriksaan saluran cerna(1).
Untuk kenyamanan pasien dan pemeriksa pada pemeriksaan bronkoskopi maka diperlukan anestesi yang adekuat. Dikenal berbagai teknik anestesi topikal dan umum pada tindakan ini. Tindakan anestesi topikal ada yang konvensional berupa usapan zat anestetik dengan kapas, injeksi transtrakeal, blok saraf lokal dan ada yang menggunakan alat canggih, dari semprot aerosol sampai nebulisasi ultrasonik(1).
Anestetik topikal yang baik adalah yang tidak mengiritasi jaringan setempat, tidak menyebabkan kerusakan struktur saraf yang permanen, penyerapan yang sama baik dengan pemberian injeksi dan waktu mulai kerja yang singkat(5). Pemberian anestesi topikal secara konvensional dapat menimbulkan kecemasan, batuk, muntah pada pasien dan ketidaknyamanan pada pemeriksa maupun pasien. Hal tersebut di atas masih dapat dikurangi dengan pemberian secara nebulisasi, sayangnya teknik ini hanya dapat diberikan pada pasien yang koperatif(6). Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai aspek pemberian anestesi topikal secara nebulisasi pada pemeriksaan bronkoskopi.
Untuk kenyamanan pasien dan pemeriksa pada pemeriksaan bronkoskopi maka diperlukan anestesi yang adekuat. Dikenal berbagai teknik anestesi topikal dan umum pada tindakan ini. Tindakan anestesi topikal ada yang konvensional berupa usapan zat anestetik dengan kapas, injeksi transtrakeal, blok saraf lokal dan ada yang menggunakan alat canggih, dari semprot aerosol sampai nebulisasi ultrasonik(1).
Anestetik topikal yang baik adalah yang tidak mengiritasi jaringan setempat, tidak menyebabkan kerusakan struktur saraf yang permanen, penyerapan yang sama baik dengan pemberian injeksi dan waktu mulai kerja yang singkat(5). Pemberian anestesi topikal secara konvensional dapat menimbulkan kecemasan, batuk, muntah pada pasien dan ketidaknyamanan pada pemeriksa maupun pasien. Hal tersebut di atas masih dapat dikurangi dengan pemberian secara nebulisasi, sayangnya teknik ini hanya dapat diberikan pada pasien yang koperatif(6). Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai aspek pemberian anestesi topikal secara nebulisasi pada pemeriksaan bronkoskopi.
BRONKOSKOPI DAN PERSIAPANNYA
Setelah diperkenalkan Killian Lahun 1902, Jackson mengelnbangkan bronkoskopi kaku ini sehingga menjadi suatu tindakan klinik yang baku untuk kasus benda asing dan tumor kecil pada trakea dan bronkus(1,2). Lalu tahun 1928 Yankauer menggunakannya untuk mengeluarkan sekresi bronkus pada kasus pneumonia yang lambat penyembuhannya(7). Dengan berkembangnya ilmu bedah toraks maka penggunaannyapun semakin luas. Oleh Ono alat ini diperkenalkan ke Jepang. Tabun 1957 Hirschowitz menggunakan endoskop serat optik lentur untuk saluran cerna. Modifikasi alat ini diperkenalkan oleh Ikeda tahun 1966 sebagai bronkoskop serat optik lentur(1,2). Saat ini alat tersebut digunakan untuk diagnosis, terapi dan evaluasi sebelum bedah.
Setelah diperkenalkan Killian Lahun 1902, Jackson mengelnbangkan bronkoskopi kaku ini sehingga menjadi suatu tindakan klinik yang baku untuk kasus benda asing dan tumor kecil pada trakea dan bronkus(1,2). Lalu tahun 1928 Yankauer menggunakannya untuk mengeluarkan sekresi bronkus pada kasus pneumonia yang lambat penyembuhannya(7). Dengan berkembangnya ilmu bedah toraks maka penggunaannyapun semakin luas. Oleh Ono alat ini diperkenalkan ke Jepang. Tabun 1957 Hirschowitz menggunakan endoskop serat optik lentur untuk saluran cerna. Modifikasi alat ini diperkenalkan oleh Ikeda tahun 1966 sebagai bronkoskop serat optik lentur(1,2). Saat ini alat tersebut digunakan untuk diagnosis, terapi dan evaluasi sebelum bedah.
Keadaan umum yang sangat buruk, infark miokard dan angina
pektoris akut berat, hipoksemi, fungsi paru yang buruk, stenosis laring
dan trakea yang berat dikatakan merupakan indikasi kontra. Pada gangguan
perdarahan dan pembekuan serta keadaan-keadaan yang potensial memburuk
karena hipoksemi, tindakan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati(7).
Sebelum pemeriksaan pasien dipuasakan selama 8 jam.
Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan sangatlah penting selain pemberian premedikasi. Sedatif dan antikolinergik adalah preparat yang sering diberikan pada premedikasi(8). Sedatif yang baik memenuhi kriteria(9) :
1) awal kerja cepat
2) lama kerja singkat dengan pemulihan yang aman
3) aman terhadap sistim kardiovaskular, tidak menimbulkan depresi pernapasan, dan risiko hipoksemi serta tidak menimbulkan efek samping
4) menimbulkan amnesia/lupa
5) menghilangkan kecemasan
6) murah.
Obat sedatif mungkin termasuk golongan benzodiazepin, butirofenon atau narkotik, namun yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepin seperti diazepam, midazolam dan lorazepam. Di antara ketiga preparat tersebut, diazepam paling banyak digunakan. Adapun efek, dosis, awal kerja, lama kerja serta efek samping preparat-preparat tersebut.
Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan sangatlah penting selain pemberian premedikasi. Sedatif dan antikolinergik adalah preparat yang sering diberikan pada premedikasi(8). Sedatif yang baik memenuhi kriteria(9) :
1) awal kerja cepat
2) lama kerja singkat dengan pemulihan yang aman
3) aman terhadap sistim kardiovaskular, tidak menimbulkan depresi pernapasan, dan risiko hipoksemi serta tidak menimbulkan efek samping
4) menimbulkan amnesia/lupa
5) menghilangkan kecemasan
6) murah.
Obat sedatif mungkin termasuk golongan benzodiazepin, butirofenon atau narkotik, namun yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepin seperti diazepam, midazolam dan lorazepam. Di antara ketiga preparat tersebut, diazepam paling banyak digunakan. Adapun efek, dosis, awal kerja, lama kerja serta efek samping preparat-preparat tersebut.
Premedikasi lain yang sering diberikan adalah antikolinergik
yang bermanfaat mengurangi sekresi lendir saluran napas dan mencegah
bronkokonstriksi. Atropin adalah preparat yang sering dipakai dengan dosis
0,4 – 0,8 mg secara intravena, intramuskular, subkutan atau oral. Awal kerja pada
pemberian IV cepat dengan masa kerja 4 jam. Pemberian cara lain akan
memperlambat awal kerja. Efek sampingnya takiaritmi, retensi
urin penurunan motilitas saluran cerna, hipertensi dan delirium(8).
ANESTESI TOPIKAL
Anestetik topikal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi cukup. Ia bersifat reversibel, artinya fungsi saraf akan pulih kembali setelah kerja obat habis. Anestetik lokal yang ideal adalah yang :
1) tidak mengiritasi jaringan
2) tidak merusak saraf secara permanen
3) batas keamanannya lebar
4) mula kerja pendek
5) masa kerja cukup panjang
6) larut dalam air
7) stabil dalam larutan
8) dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Zat ini bekerja pada membran sel saraf yaitu dengan menurunkan permeabilitas membran terhadap ion Natrium sehingga ambang rangsang meningkat, eksitabilitas berkurang dan kelancaran hantaran terhambat. Ia dapat diberikan secara topikal, infiltrasi blok, spinal, epidural dan kaudal(10). Anestesi topikal dan blok bisa dilakukan pada tindakan bronkoskopi, dan obat yang sering digunakan adalah kokain, tetrakain dan lidokain.
Di antara ketiganya lidokain terbanyak digunakan karena toksisitasnya terendah(8). Lidokain yang masuk dalam tubuh akan mengalami de-etilasi menjadi monoetilglisin dan sililida yang kemudian di dalam hati dimetabolisme oleh amidase, dan metabolitnya akan diekskresikan melalui urin. Efek obat ini akan lebih panjang, penyerapan dan toksisitasnya menurun bila disertai pemberian vasokonstriktor. Obat ini mempunyai efek pada susunan saraf pusat (SSP), sambungan saraf otot dan semua jenis serabut otot. SSP dirangsang oleh anestetik ini sehingga timbul kegelisahan, tremor bahkan sampai kejang klonik. Ia juga merangsang pernapasan yaitu dengan cara depresi selektif pada neuron penghambat, namun pada dosis berlebihan akan menyebabkan depresi pernapasan. Jantung akan mengalami penurunan eksitabilitas, kecepatan hantaran dan kekuatan kontraksi, sedangkan pada transmisi sambungan saraf otot akan terjadi gangguan dan pada arteriol akan menyebabkan vasodilatasi. Dermatitis alergik, asma bahkan reaksi anafilaksis yang fatal dapat timbul pada orang yang hipersensitif terhadapnya. Lidokain mempunyai waktu paruh 90 menit dengan lama kerja lebih kurang 1 jam. Efek terapi dicapai bila konsentrasi dalam plasma 1,2 – 5 mikrogram/ml. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg berat badan.[....]
Anestetik topikal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi cukup. Ia bersifat reversibel, artinya fungsi saraf akan pulih kembali setelah kerja obat habis. Anestetik lokal yang ideal adalah yang :
1) tidak mengiritasi jaringan
2) tidak merusak saraf secara permanen
3) batas keamanannya lebar
4) mula kerja pendek
5) masa kerja cukup panjang
6) larut dalam air
7) stabil dalam larutan
8) dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Zat ini bekerja pada membran sel saraf yaitu dengan menurunkan permeabilitas membran terhadap ion Natrium sehingga ambang rangsang meningkat, eksitabilitas berkurang dan kelancaran hantaran terhambat. Ia dapat diberikan secara topikal, infiltrasi blok, spinal, epidural dan kaudal(10). Anestesi topikal dan blok bisa dilakukan pada tindakan bronkoskopi, dan obat yang sering digunakan adalah kokain, tetrakain dan lidokain.
Di antara ketiganya lidokain terbanyak digunakan karena toksisitasnya terendah(8). Lidokain yang masuk dalam tubuh akan mengalami de-etilasi menjadi monoetilglisin dan sililida yang kemudian di dalam hati dimetabolisme oleh amidase, dan metabolitnya akan diekskresikan melalui urin. Efek obat ini akan lebih panjang, penyerapan dan toksisitasnya menurun bila disertai pemberian vasokonstriktor. Obat ini mempunyai efek pada susunan saraf pusat (SSP), sambungan saraf otot dan semua jenis serabut otot. SSP dirangsang oleh anestetik ini sehingga timbul kegelisahan, tremor bahkan sampai kejang klonik. Ia juga merangsang pernapasan yaitu dengan cara depresi selektif pada neuron penghambat, namun pada dosis berlebihan akan menyebabkan depresi pernapasan. Jantung akan mengalami penurunan eksitabilitas, kecepatan hantaran dan kekuatan kontraksi, sedangkan pada transmisi sambungan saraf otot akan terjadi gangguan dan pada arteriol akan menyebabkan vasodilatasi. Dermatitis alergik, asma bahkan reaksi anafilaksis yang fatal dapat timbul pada orang yang hipersensitif terhadapnya. Lidokain mempunyai waktu paruh 90 menit dengan lama kerja lebih kurang 1 jam. Efek terapi dicapai bila konsentrasi dalam plasma 1,2 – 5 mikrogram/ml. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg berat badan.[....]
(Oleh: Priyadi
Wijanarko, Bagian
Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru
Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta)
0 Response to "Anestesi Nebulisasi pada Bronkoskopi"
Post a Comment