Perubahan ini sangat esensial, karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, pendidik (guru) berhak menguji media dan teknologi dalam konteks belajar dan itu berdampak pada hasil belajar siswa.
LEARNING
Belajar adalah proses pengembangan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, atau pengembangan tingkah laku sebagai interaksi individu, menyangkut fasilitas-fasilitas fisik, psikologis, metode pembelajaran, media, dan teknologi. Belajar adalah proses yang dilakukan sepanjang waktu oleh individu manapun.
Dengan demikian, belajar adalah proses yang melibatkan proses seleksi, pengaturan, dan penyampaian pesan yang pantas kepada lingkungan dan bagaimana cara pebelajar berinteraksi dengan informasi tersebut. Dengan demikian hal ini melihat beberapa pandangan-pandangan psikologis dan pandangan-pandangan filusuf. Pembahasan kali ini juga akan menggambarkan berbagai aturan dari media dalam belajar dan menampilkan metode-metode yang berbeda, seperti presentasi-presentasi, demonstrasi-demonstrasi, dan diskusi-diskusi akan teknologi yang berhubungan dengan belajar.
1. Psychological Perspective on Learning
Bagaimana instruktur menampilkan peran dari media dan teknologi di dalam kelas, ini tergantung akan seberapa jauh mereka memahami akan bagaimana masyarakat telah belajar mengunakannya. Dibawah ini ada beberapa perspektif yang berkaitan dengan psychological perspectives on learning:
- Behaviorist Perspective
Pada pertengahan 1950an, fokus belajar berawal dari pembentukan stimulus kepada pebelajar untuk merespons stimulus tersebut. Skinner mendemonstrasikan bahwa behavior dari suatu organisme dapat dibentuk oleh penguatan, atau pemberian hadiah, dan keinginan yang direspons oleh lingkungan. Hasilnya berupa munculnya pembelajaran yang telah diprogramkan, suatu teknik dalam membimbing pebelajar melalui langkah-langkah suatu pembelajaran kepada suatu taraf prestasi yang diinginkan. - Cognitivist Perpective
Pada sisi lain penganut paham kognitif telah membuat suatu kontribusi terhadap teori belajar dan desain pembelajaran dengan menciptakan model-model akan bagaimana pebelajar menerima, berproses, dan memanipulasi informasi. Penganut Kognitivis melihat dengan cara yang berbeda akan pola-pola belajar yang telah terbiasa. Contohnya; menciptakan suatu kemampuan yang di sebut dengan memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Informasi yang baru disimpan oleh memori jangka pendek, dimana informasi itu dilatih sampai dapat dikatakan siap disimpan dalam memori jangka panjang. Penganut Kognitifistik memiliki persepsi yang luas terhadap belajar yang independent. Dengan demikian, maka siswa menggabungkan informasi dan ketrampilan dalam memori jangka panjang untuk mengembangkan strategi kognitif, atau ketrampilan yang berkaitan dengan tugas-tugas kompleks.
Jean Piaget mengilustrasikan bahwa psikologi kognitif memperlihatkan proses mental individual digunakan untuk merespons lingkungannya. Piaget membagi konsep-konsep perkembangan mental menjadi tiga bagian yaitu; schemata (kerangka), assimilation (asimilasi), dan accomodation (akomodasi).
- Schemata: struktur-struktur mental individu yang mengorganisir lingkungan. Skemata telah diadopsi atau telah berubah sejalan dengan perkembangan mental dan pembelajaran. Skemata digunakan untuk mengidentifikasi, berproses, dan menyimpan informasi yang masuk dan dapat dipahami sebagai kategori individu yang terbiasa digunakan untuk mengklasifikasi informasi yang spesifik dan pengalaman-pengalaman. Anak kecil belajar mencirikan antara ayah dan ibu. Mereka akhirnya memisahkan anjing dan kucing dan kemudian mengerti akan perbedaan anjiing yang berfariasi. Perbedaan ini berdasar pada pengalaman yang mengarahkan pada perkembangan skemata atau kemampuan untuk mengklasifikasi objek-objek dari karaakteristik-karakteristik yang signifikan bagi mereka.
- Assimilation: asimilasi adalah proses kognitif yang mana pebelajar mengintegrasi informasi baru dan pengalaman-pengalaman kedalam skemata.
- Accomodation: proses memodifikasi skemata yang ada.
Ketika berhadapan dengan suatu konsep baru atau pengalaman baru, pebelajar berusaha untuk berasimilasi kedalam skemata yang ada. Ketika menjadi tidak cocok, maka ada dua tanggapan yang memungkinkan, yakni; (1) pebelajar dapat menciptakan skema yang baru dimana stimulus di tempatkan, atau (2) skemata yang ada dapat di modifikasi sehingga stimulus yang baru akan cocok. Kedua proses ini merupakan bentuk dari akomodasi. Skemata meningkat sepanjang waktu dalam tanggapan akan pengalaman belajar.
Constructivist Perspective
Konstruktvisme merupakan gerakan yang berkembang jauh melebihi keyakinan para kognitivis. Konstruktivisme mempertimbangkan keterlibatan siswa dalam memaknai pengalaman sebagai inti dari pembelajaran. Konstruktivistik menekankan bahwa siswa menciptakan interpretasi mereka sendiri terhadap dunia informasi. Konstruktivisme mengatakan bahwa siswa meletakan pengalaman belajar mereka dengan pengalamannya sendiri dan tujuan pembelajaran bukanlah mengajarkan informasi tetapi menciptakan situasi-situasi sehingga siswa dapat menginterpretasi informasi dengan pemahamnnya sendiri. Peran pembelajaran tidak untuk mengeluarkan fakta-fakta tetapi untuk menyediakan siswa dengan cara-cara untuk mengumpulkan informasi.
Konstruktivisme percaya bahwa belajar yang efektif terjadi ketika pebelajar (siswa) terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks-konteks yang bermakna. Kemudian ukuran terakhir dari pembelajaran berbasis pada kemampuan pebelajar (siswa) dalam menggunakan pengetahuan untuk memfasilitasi cara berpikir akan kehidupan sesungguhnya.
Social-Psychological Perspectiv
Psikologi sosial merupakan tradisi lain yang sudah dibentuk dalam studi belajar dan pembelajaran. Psikologi sosial melihat dampak dari organisasi sosial akan pembelajaran di dalam kelas. Apakah susunan kelompok belajar di dalam kelas-belajar mandiri, kelompok kecil, atau satu kelas secara menyeluruh? Apakah susunan kekuasaan-seberapa jauh siswa dapat mengkontrol aktivitasnya sendiri? Dan apakah struktur penghargaan-adalah kerja sama dibandingkan membantu peningkatan kompetisi? Robert Slavin sudah mengambil posisi sebagai peneliti mengatakan bahwa cooperative learning lebih efektif dan lebih menguntungkan sosial dari pada pembelajaran kompetitif dan pembelajaran individualistik.
Approaches to Instruction
Pembelajaran merupakan penyusunan informasi dan lingkungan untuk memudahkan pembelajaran. Gagne menjelaskan pembelajaran sebagai, seperangkat peristiwa eksternal bagi siswa yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran internal. Sedangkan lingkungan, tidak dimaksudkan sekedar tempat terjadinya pengajaran tetapi juga teknologi, metode, dan media yang diperlukan untuk memperoleh informasi dan memandu siswa untuk belajar. Sementara penganut behavioris menekankan kontrol eksternal pada perilaku siswa, kognitif menekan kontrol internal, atau siswa, mengendalikan seluruh proses mental. Perbedaan ini mempengaruhi bagaimana media dirancang dan digunakan.
Behavioris menetapkan tujuan behavioral (prestasi), batasan pengajaran diperlukan untuk menguasai tujuan-tujuan tersebut. Saat pengajaran terprogram diperkenalkan, materi yang terkait langsung dengan tujuan akan disaring. Rancangan pengajaran berdasarkan psikologi kognitif sedikit tersusun dari pada psikologi behavior. Mereka mengijinkan pebelajar untuk menggunakan strategi kognitifnya sendiri, dan mereka memberikan dorongan untuk berinteraksi antara siswa. Mempelajari tugas-tugas diperlukan untuk proses penyelesaian masalah, perilaku yang kreatif.
Tidak seperti behaviorist, kognitivistik tidak membatasi defenisi pembelajaran pebelajar untuk menampilkan behaviornya.mereka yakin pebelajar belajar banyak dari pada apa yang diekspresikan secara langsung. Kognitivistik, di lain hal, menyediakan lingkungan yang kaya akan pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk menciptakan pemahannya sendiri. Lingkungan belajar atauu pembelajaran yang kaya dapat disediakan denga berbagai macam media dan teknologi. Dengan kata lain setidaknya ini adalah struktur atau susunan pendekatan pembelajaran.
Instruktur dan para desain pembelajaran perlu untuk mengembangkan sikap berwawasan luas akan pembelajaran psikologi di sekolah-sekolah. Dengan demikian, kita tidak diharuskan untuk setia pada teori pembelajaran tertentu. Kalau memang teori behavioris yang perlukan, maka teknik-teknik dari teori behavioris yang akan kita gunakan. Dan sebaliknya, apabila situasi belajar membutuhkan metode kognitivistik atau konstruktivistik, maka metode-metode itulah yang akan digunakan.
Finding a Middle Ground
Dalam teks ini penulis pada buku ini menganjurkan pendekatan elektik untuk pembelajaran. Hal ini diilhami oleh tiap perspektif psikologi, dan para perancang telah mengembangkan kerangka yang kuat untuk pembelajaran. Bahkan, praktek-praktek pembelajaran yang berhasil memiliki ciri yang sebenarnya didukung oleh berbagai perspektif, seperti dibawah ini:
- Active participation. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika siswa secara aktif dalam memaknai tugas-tugas, dan berinteraksi dengan isi dari tugas-tugas tersebut.
- Practice. Belajar baru memerlukan lebih dari satu paparan untuk mencapai akarnya; berlatih, khususnya dalam berbagai konteks, menunjukan rata-rata kemampuan memori dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan baru, ketrampilan baru, atau perilaku yang baru.
- Individual differences. Ada berbagai macam bentuk kepribadian siswa, bakat yang umum, pengetahuan akan suatu objek, dan banyak faktor yang lain; metode yang efektif memungkinkan siswa untuk mengalami kemajuan pada tingkat kecepatan yang berbeda, materi yang berbeda, dan bahkan berpartisipasi dalam aktivitas yang berbeda.
- Feedback. Pebelajar perlu mengetahui apakah pemikirannya berada jalur yang benar atau tidak; guru dapat memberikan umpan balik pada koreksi paper, pesan elektronik dari komputer, sistem penilain dari suati lomba,atau dengan cara yang lain.
- Realistic contexts. Kita cenderung lebih suka mengingat dan menerapkan pengetahuan yang disampaikan dalam konteks dunia nyata; pembelajaran hafalan mengantar untuk ”inert knowledge”, dimana kita mengetahui sesuatu tetapi tidak pernah menerapkannya dalam kehidupan nyata.
- Social interaction. Rekan pengajar yang bekerja sebagai guru privat atau anggota kelompok yang di panuti sebaiknya mampu menyediakan dorongan pendidikan yang baik sebagaimana yang diberikan masyarakat.
Kerangka pembelajaran yang akan diuji secara terperinci berusaha untuk menggabungkan sejumlah ciri pedagogis ini. Nilai dari kesemuanya itu adalah aktif berpartisipasi dan berinteraksi. Siswa juga didorong untuk menggunakn pengetahuan baru mereka, ketrampilan-ketrampilan, atau perilaku dengan menyediakan frekuensi dan praktek yang berfariasi.bagaimanapun, pebelajar berganti-ganti di dalam lefel yang mana menekankan ciri mereka yang lain.
Hal ini mengikuti pendekatan elektik yang esensial ketika memilih dan mendesain media. Kebanyakan pendidik mendukung teori kognitivistik yang menekankan pada materi-materi yang kaya akan stimilus, yakin bahwa siswa-siswa banyak belajar dari, dapat dikatakan dari video. Contohnya, siswa pada sekolah menengah atas boleh belajar metode yang ilmiah walaupun sasaran selama video dari eksperimen kimia di tampilkan tidak menuliskan topiknya.
Philosophical Perspective on Learning
Lebih dari beberapa observer telah berargumentasi bahwa penggunaan perangkat keras di dalam kelas telah tersebar luas dan hal ini menunjukan siswa diperlakuan seolah-olah adalah mesin dibanding manusia, ini karena dehumanisasi dalam pengajaran atau proses pembelajaran. Bagaimanapun, penggunaan perangkat keras dengan baik, teknologi pembelajaran modern dapat dindivualisasikan dan dengan begitu proses ini sampai batas tertentu tidak dapat dicapai karena mempertimbangkan kemanusiaan.
Jika guru merasa pebelajar sebagai mesin, mereka akan memperlakukan mereka seperti yang mereka rasakan, dengan atau tanpa kegunaan dari media teknologi dan pembalajaran. Jika guru merasa dengan benar siswanya sebagai manusia, dihormati, dan mereka memiliki motivasi, dengan atau tanpa bantuan media dan teknologi, mereka akan memandang siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Yang menjadi hal penting dari teknologi adalah bagaimana teknologi itu ditampilkan di dalam kelas, tetapi lebih penting adalah bagaimana seorang guru menuntun siswa dalam menggunakan media dan teknologi di dalam kelas.
Teknologi pembelajaran tidak menghalangi suatu pengajaran atau lingkungan pembelajaran. Sebaliknya, media teknologi dan pembelajaran untuk pembelajaran dapat menyediakan suasana belajar siswa yang aktif dan berpatisipasi dalam pembelajaran. Ketika media teknologi dan pembelajaran digunakan dengan baik dan kreatif didalam kelas, itu adalah fungsi mesin yang sesekali dapat nyalakan atau diputar sesuka hati, bukan para siswa.
MEDIA
Secara plural media adalah saluran komunikasi. Makna media dalam bahasa latin adalah ”antara”, istilah ini mengacu pada apapun yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Contohnya meliputi video, televisi, diagram, material cetak, komputer, dan instruktur. Ini semua dianggap media pembelajaran ketika membawa pesan dengan tujuan pembelajaran. Tujuan dari media adalah untuk memudahkan komunikasi.Sejalan dengan adanya sekolah dan kampus berbasis media dan jaringan koputer internet, dunia menjadi kelas tersendiri bagi pebelajar. Dengan demikian penyeragaman kurikulum sekolah-sekolah dianggap wajar.
The Conrete-Abstract Continuum
Media pembelajaran yang menggabungkan pengalaman kongkrit membantu siswa untuk menggabungkan pengalaman sebelumnya sehingga mempermudahnya untuk mempelajari konsep-konsep abstrak, misalnya, siwa yang telah melihat berbagai aspek pembangunan jalan layang atau jalan raya. Mereka melihat pekerja bekarja, dan mereka melihat tahap-tahap pembangunan jalan. Aka tetapi, mereka perlu memiliki pengalaman-pengalaman ini yang akan digabungkan ke dalam dugaan yang disamaratakan tentang apa yang dimaksud dengan pembangunan jalan. Menunjukan video yang menggambarkan seluruh proses yang terkait satu dengan lain ini merupakan cara ideal untuk menggabungkan berbagai pengalaman mereka kedalam suatu ringkasan yang bermakna.
Di dalam mengembangkan teori pembelajaran, Bruner mengusulkan bahwa pembelajaran harus langsung berasal dari pengalaman ke benda-benda yang disajikan berdasarkan pengalaman (penggunaan gambar-gambar dan video tape) ke simbol penyajian (seperti penggunaan kata-kata).
THE ROLES OF MEDIA IN LEARNING
Media memiliki berbagai peran dalam pembelajaran. Pembelajaran mungkin saja bergantung pada keberadaan seorang guru. Bahkan dalam situasi ini guru mungkin saja bergantung pada penggunaan media. Di sisi lain, pembelajaran mungkin tidak memerlukan seorang guru. Seperti siswa mengarahkan pembelajaran yang sering disebut ”belajar mandiri” walaupun dalam kenyataan dituntun oleh siapapun yang mendesain media.
- Instrutor-Directed Instruction
Penggunaan media dan teknologi dalam situasi pengajaran adalah untuk memberikan dukungan tambahan bagi instruktur agar lebih hidup di dalam kelas. Tentunya media pembelajaran dirancang dengan sesuai agar dapat mempertinggi dan memajukan pembelajaran dan mendukung pembelajaran berbasis guru.
Penelitian telah lama dilakukan dan menunjukan peran istruktur dalam menggunakan media pembelajaran yang efektif. Misalnya, penelitian menunjukan bahwa ketika guru memperkenalkan film, mengaitkannya dengan tujuan pembelajaran, maka sejumlah informasi yang diperoleh siswa dari film tersebut meningkat (Wittich & fowlkes, 1946). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, apapun bentuknya, hal tersebut yang diinginkan untuk pola pikir yang dapat menyerap pembelajaran. - Instructor-Independent Instruction
Media juga dapat digunakan secara efektif dalam situasi pendidikan formal dimana guru tidak berfungsi atau bekerja dengan siswa-siswa lain. Dalam aturan pendidikan informal, media seperti video kaset dan komputer untuk kursus dapat digunakan oleh orang yang magang pada tempat kerja atau di rumah.
Penggunaan materi-materi pembelajaran mandiri mengijinkan guru meluangkan waktunya untuk mendiagnosa dan mengoreksi masalah-masalah siswa, berkonsultasi dengan setiap siswa, dan mengajar siwa satu-satu dan mengajar siswa dalam kelompok kecil.
Tentunya ini tidak dapat dikatakan, bahwa teknologi pembelajaran dapat atau harusnya menggantikan guru, tetapi lebih dari itu media dapat menolong guru menjadi kreatif dengan pengalaman mengajar dalam menyampaikan informasi.
Media Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan siswa yang menggambarkan perkembangannya selama satu periode. Portofolio seringkali manyangkut ilustrasi buku yang dihasilkan siswa, video, dan audiovisual. Portofolio siswa dilakukan seperti hal di bawah ini:
- Mengumpulkan, mengorganisir, dan berbagi informasi.
- Meneliti hubungan-hubungan.
- Menguji hipotesis.
- Mengkomunikasikan hasil-hasil secara efektif.
- Merekam berbagai macam tampilan.
- Mencerminkan aktivitas dan belajar pebelajar.
- Menekankan pada hasil, sasaran dan prioritas pebelajar.
- Mendemonstrasikan kreativitas dan personaliti pebelajar.
Portofolio dapat berisikan ilustrasi buku seperti;
- Penulisan dokumen seperti, puisi-puisi, kisah-kisah, atau makalah penelitian.
- Media presentasi, seperti esai-esai foto.
- Audio rekaman dari debat-debat, diskusi panel, atau presentasi lisan.
- Rekaman video dari siswa pencinta atletik, musik, atau yang memiliki keahlian dalam menari.
- Proyek multimedia komputer yang disertai percetakan, data, grafik, dan gambar-gambar yang bergerak.
Kegunaan dari stasiun kerja komputer dengan video dan audio kartu digital, printer, scanner, dan kamera digital mengijinkan siswa untuk menghasilkan portofolio digital atau elektronik. Elektronik portofolio adalah makna tentang mengorganisir, mendesain, dan menampilkan bentuk tradisional akan portofolio. Semuanya adalah cara untuk menilai belajar menggunakan teknologi. Secara fisik dan perkembangan sosial dapat juga diukur Campbell, 1996).
Thematic Instruction
Sekarang banyak guru yang mengatur pembelajaran seputar topik, ini dikenal sebagai pengajaran tematik. Guru sekolah dasar khususnya menggabungkan muatan dan ketrampilan dari banyak subjek. Pada tingkat sekolah menengah, tim guru dari area yang berbeda bekerja sama untuk menunjukan pembelajaran yang keluar dari isi pelajaran.
Unit-unit ini menyediakan lingkungan pembelajaran yang kaya. Tema yang menarik haruslah menarik perhatian siswa, menyediakan pemecah masalah yang berpengalaman, mendukung aktivitas interdisiplin, dan menyertakan variasi media, dan teknologi.
Mulailah dengan pengalaman yang dialami bersama dengan meminta siswa membaca buku yang sama, melihat sebuah videotape, ikut serta dalam sebuah simulasi, mengunjungi museum, atau mendengar pembicaraan tamu.
Kemudian melakukan keahlian bersama yang dapat digunakan siswa untuk bekerja sama mengumpulkan data dan informasi, menganalisa temuannya, menarik kesimpulan, mempersiapkan laporan kelompok, dan membagi hasil mereka dalam suatu media presentasi. Kemungkinan aktivitas terkait dengan penelitian pustaka, pencarian internet, dan aktivitas kelompok kecil.
METHODS
Secara tradisional, metode pembelajaran telah digambarkan sebagai ”bentuk-bentuk presentasi” seperti ceramah kuliah dan diskusi-diskusi. Dalam teks ini penulis akan membedakan prosedur pembelajaran yang dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar atau untuk menginternalisasi pesan. Sementara itu media, telah ditetapkan sebelumnya, merupakan pembawa pesan atau informsai antara sumber dan penerima. Berikut ini ada 10 kategori metode, yaitu:
- Presentation: Dalam metode presentasi, sumber menjelaskan, dan mendramatisir informasi untuk pebelajar. Komunikasi satu arah di kontrol oleh sumber, tanpa dengan segera merespons atau berinteraksi dengan pebelajar.
- Demonstration: Metode pembelajaran ini, pebelajar menampilkan sebuah kehidupan nyata. Demonstrasi mungkin bisa direkam dan diputar kembali oleh media video. Jika interaksi dua arah atau pebelajar berlatih dengan menginginkan umpan balik, maka tinggal membutuhkan instruktur.
- Discussion: Sebagai suatu metode, diskusi-diskusi melibatkan pertukaran ide dan opini diantara siswa-siswa atau siswa dan guru. Hal ini dapat digunakan pada setiap tahap pembelajaran atau proses pembelajaran, dan di dalam kelompok kecil atau besar. Hal ini cara yang berguna untuk menilai pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, dan perilaku dari sekelompok siswa sebelum mengakhiri tujuan pembelajaran. Dalam konteks ini, diskusi dapat membantu instruktur membentuk jenis hubungan dengan atau tanpa kelompok yang membantu perkembangan pembelajaran kooperatif dan kolaboratif.
- Drill-and-Practice: Dalam metode ini, pebelajar dituntun oleh serangkaian latihan tugas-tugas yang di desain ubtuk meningkatkan kelancaran dalam ketrampilan baru atau menyegarkan kembali sesuatu. Metode ini biasa digunakan untuk tugas-tugas pelajaran matematika, belajar bahasa asing, dan membangun kosakata. Media seperti audio kaset dapat digunakan dengan efektif untuk metode ini dalam pengejaan, aritmetika, dan belajar bahasa.
- Tutorial: Seorang pembimbing dalam bentuk akan orang, software komputer, atau material printer yang spesial menyajikan isi, bersikap suatu pertanyaan atau masalah, meminta respons pebelajar, menganalisis responsnya, menyuplai umpan balik yang pantas, dan menyediakan praktek sampai pebelajar ditentukan mendemonstrasikan tingkat kemampuannya. Pembimbingan seringkali dilakukan satu-satu dan sering digunakan untuk mengajar ketraampilan dasar, seperti membaca dan menghitung.
- Cooperative Learning: proses dimana siswa belajar dari setiap orang ketika mereka bekerja sebagai kelompok dalam pembelajaran (Slavin, 1989-1990). Siswa dapat belajar kerjasama tidak saja dari mendiskusikan teks dan mengamati media tetapi juga menghasilkan media. Contohnya, desain dan produksi video di atur sebagai proyek kurikulum memberi kesempatan untuk pembelajaran kooperatif. Di sini guru harus bekerja sama dengan siswa dalam setiap situasi pembelajaran.
- Gaming: Berlomba sering di perlukan pebelajar untuk ketrampilan memecahkan masalah. Gaming menyajikan situasi yang menyenangkan yang mana pebelajar menetukan aturan-aturan sebagaimana mereka bekerja keras untuk mencapai sasaran tantangan. Satu bentuk kebiasaan dari belajar game adalah berkaitan untuk bagaimana belajar berbisnis.
- Simulation: Simulasi melibatkan pebelajar menghadapi suatu versi berskala kecil dalam situasi yang nyata. Simulasi mungkin melibatkan dialog partisipan, memanipulasi bahan dan perlengkapan , atau berinteraksi dengan sebuah komputer. Ketrampilan pribadi dan eksperimen-eksperimen laboratorium dalam ilmu fisika sangat populer untuk disimulasi.
- Discovery: Metode ini menggunakan suatu induktif, atau pemeriksaan, pendekatan untuk pembelajaran. Tujuan metode ini adalah untuk membantu meningkatkan pemahaman yang dalam akan isi yang terkait dengan penemuan itu sendir. Prosedur yang ditemukan pebelajar mungkin sebelumnya berasal dari pengalaman, didasarkan informasi dalam refensi buku, atau disimpan dalam database komputer. Metode ini juga dapat berasumsi dapat membantu para siswa untuk mencari informasi yang mereka ingin ketahui tentang topik spesifik yang menarik untuk mereka.
- Problem Solving: proses pemecahan masalah yang melibatkan siswa yang aktif. Siswa berangkat dengan pengetahuan yang terbatas, tetapi sejalan dengan panutan kolaboraitif dan konsultasi mereka berkembang, mejelaskan, dan mempertahankan suatu solusi atau posisi di masalah. Hal ini menggunakan kenyataan mendasar, bahan-bahan utama masalah yang diperkenalkan oleh media (contohnya, kasus-kasus yang di tulis, dasar-dasar komputer, sketsa dari videotape). Sebagai bagain dalam memecahkan masalah, siswa pergi ke pusat perpustakaan media dan mengakses database komputer sejalan juga dengan internet. Pebelajar mengambil banyak kesempatan untuk mereka pelajari sebagaimana mereka di tempatkan dalam ”sepatu” seseorang berperan menghadapi masalah dalam dunia nyata. Menyangkut hasil analisis, penyusunan masalah, pemecahan masalah, dan ketrampilan berpikir kritis. Dari pengetahuan ini ”dipelajari” dengan demikian siswa dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang autentik. Hasil-hasil yang lain menyangkut pembelajaran ketrampilan kolaboratif dan ketrampilan-ketrampilan kelompok merupakan hal yang sangat penting dalam dunia kerja sekarang ini.
Kata teknologi selalu memiliki konotasi yang beragam, berkisar dari sekedar perangkat keras untuk pemecahan masalah. Sebagai pemecah masalah dalam defenisi yang dikutip oleh John Kenneth Galbaraith: ”Penerapan sistematika pengetahuan ilmiah diatur untuk tugas-tugas praktis”.
Penggunaan teknologi sebagai proses disoroti dalam defenisi teknologi pembelajaran yang diberikan oleh perkumpulan profesional dalam bidang ini: ”teori dan praktek mendesain, pengembangan, penggunaan, manajemen, dan proses evaluasi, dan sumber pembelajaran” (Seels & Richey, 1994).
Saat ini, ketika sebagian besar orang mendengar kata teknologi, mereka akan berpikir mengenai produk teknologi seperti; komputer, CD Player, dan pesawat ruang angkasa. Ini merupakn satu jenis teknologi yang akan menjadi acuan bagai seorang teknolog pembelajaran untuk digunakan untuk tujuan pembelajaran.
Bila teknologi mengacu pada proses untuk meningkatkan pembelajaran, maka penulis akan menyebutnya sistem pembelajaran. Suatu sistem pembelajaran terdiri dari komponen yang terkait dan bekerjasama, secara efisien dan dapat diandalkan, dalam kerangka tertentu untuk memberikan aktivitas belajar yang diperlukan demi mencapai tujuan belajar.
Salah satu peran media dan teknologi yang paling penting adalah untuk memberikan katalis bagi perubahan dalam lingkungan pembelajaran. Penggunaan media yang efektif mengharuskan instruktur memiliki pengaturan yang lebih baik, memikirkan tujuannya, menggati rutinitas kelas setiap hari, dan mengevaluasi secara luas untuk menentukan dampak pembelajaran pada kemampuan mental, perasaan, nilai, ketrampilan interpersonal, dan ketrampilan motorik.
DAFTAR RUJUKAN
- Heinich R, Molenda M, Russel James D, Smaldino Sharon E, 1982. Instructional Media and Technologies for Learning. Publishing by John Wiley & Sons Inc.
Dalam makalah ini membicarakan seputar hal media, Teknologi, dan pembelajaran. Belajar merupakan sebuah aktifitas transformasi ilmu pengetahuan, sikap dan nilai dari satu generasi ke generasi lainnya. Membutuhkan satu saluran dan media yang harus tepat. Sehingga perlu pertimbangan yang mendalam dan tepat dalam menentukan teknologi yang akan digunakan sebagai sarana pembelajaran. Disamping itu, penggunaan media pembelajaran juga harus dipertimbangkan dalam penggunaanya dari berbagai sisi. Diantara berbagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan media pembelajaran antara lain adalah faktor efektifitas penggunaan media, kemudahan dalam penggunaannya, ketersediaan sumber energi penggerak media tersebut bila menggunakan listrik sebagai motor penggeraknya serta pertimbangan lain yang perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kultural masyarakat setempat.
Pada bahagian awal dari makalah ini mencoba mengkaji belajar dari sudut pandang perspektif psikologi. Dari pandangan psikologis, jelas aktivitas belajar tidak dapat melepaskan diri dari perspektif behaviorisme. Paham ini merupakan pandangan yang mempelopori dan menjadi peletak dasar lahirnya teori-teori pembelajaran kontemporer dan modern. Perspektif behaviorisme berpendapat bahwa belajar merupakan aktifitas yang dapat diukur dan dikendalikan mulai dari perencanaan sampai dengan hasil yang ingin dicapai. Semua komponen belajar merupakan variabel yang dapat dikontrol dan dikendalikan dengan sangat baik oleh guru. Meskipun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai kendala dan penyimpangan-penyimpangan serta tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Atas realitas yang ditemukan dalam perspektif behaviorisme dianggap memiliki sejumlah kelemahan, maka muncul perspektif yang ingin memperbaiki atau menyempurnakan perspektif terdahulu yaitu perspektif kognitif. Kekuatan utama pada paham ini memposisikan pikiran sebagai unsur utama yang menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar yang diikuti oleh seorang individu. Alat yang kita kenal dengan istilah mental dan pikiran menjadi sarana utama bagi individu untuk melakukan adaptasi dengan lingkungan alam dan sosialnya. Piaget menggolongkan proses mental individu dalam merespon lingkungannya dalam 3 konsep yaitu schemata, assimilasi dan akomodasi.
Pada bahagian lain dari perspektif psikologi yang lebih ”liberal” dalam memandang aktifitas belajar adalah paham konstruktivisme. Paham ini berkeyakinan bahwa pengetahuan dibangun menuruk bahagian demi bahagian yang didapat melalui akativitas ”membangun” pemahaman. Belajar menurut teori ini sesuatu yang tidak dapat dipaksakan dan ditentukan hasilnya sejak dari awal. Pada persepektif ini lebih cenderung memberi ”kebebasan” pada pebelajar untuk mengkonstruksi sendiri pengalaman yang diperolehnya selama mengikuti kegiatan belajar. Orientasi utama dari konstruktivisme dalam belajar adalah pada proses yang dilalui oleh pebelajar. Bila proses belajar yang diikuti berjalan baik dengan memberikan kaya pengalaman, maka pebelajar akan memperoleh banyak pengetahuan dari mengkonstruk proses yang diikutinya.
Perspektif yang berbeda dalam psikologi belajar di atas, melahirkan konsekuensi yang berbeda pula dalam pendekatan belajar yang harus diikuti oleh pebelajar. Behaviorisme menetapkan tujuan (prestasi) sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan dalam belajar dari pebelajar. Pada paham kognitif berpendapat bahwa penyediaan lingkungan yang kaya bagi pebelajar merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada. Agar pebelajar memiliki memiliki pemahaman sendiri dari penyediaan berbagai media dan teknologi. Sementara itu, persepektif konstruktivisme lebih mendekatakan diri pada pendekatan proses.
Dalam praktek pembelajaran di kelas, guru maupun dosen memang tidak dituntut harus menjadi pengikut fanatik dari salah satu persfektif belajar di atas. Akan tetapi dapat memilih salah satu paham yang sesuai dengan konsdisi siswa dan lingkunganya. Dapat pula memadukan beberapa perspektif yang ada, dengan harapan dapat menjadi sebuah perspektif baru yang dapat memadukan berbagai keunggulan dari beberapa perspektif yang ada.
Pendekatan pembelajaran yang dipilih guru dengan tepat yang akan digunakan untuk pembelajarannya, memiliki konsekuensi terhadap media pembelajaran yang akan digunakannya. Berkat dukungan media pembelajaran, konsep abstrak yang sulit dipahami oleh pebelajar dapat dipermudah dengan bantuan media pembelajaran. Hal ini sejalan dengan kerucut pengalaman Edgar Dale.
Efektifitas penggunaan media pembelajaran bukan ditentukan oleh seberapa canggih dan modernnya alat yang disediakan oleh guru. Melainkan kesesuaian media tersebut dengan materi (contain) pelajaran yang diajarkan. Mungkin saja guru mengajar tanpa bantuan media pembelajaran, karena materi yang disajikan adalah materi yang sederhana dan tidak terlalu berat. Sehingga cukup dengan memberi penjelasan secara verbal. Guru dalam menggunakan media pembelajaran harus memperhatikan secara cermat berbagai prinsip dan aturan yang harus dipatuhi dalam penggunaan media pembelajaran. Agar penggunaan media pembelajaran yang seyogyanya memberi kemudahan, justru menjadi penghalang keberhasilan pembelajaran. Akibat ketidaktahuan atau ketidakfahaman guru tentang kaidah dalam penggunaan media pembelajaran.
Disamping rambu-rambu penggunaan media pembelajaran yang harus dipahami, sebagai seorang tenaga profesional, guru juga wajib dan harus mampu memahami berbagai metode pembelajaran. Penguasaan metode pembelajaran yang baik mulai dari keunggulan dan kelemahannya, juga dituntut untuk mampu melaksanakannya secara baik. Kesalahan dalam pemilihan metode pembelajaran, merupakan awal kegagalan guru dalam melaksanakan tugas pembelajarannya di kelas. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki keterampilan dalam mengimplementasikan berbagai metode mengajar kepada pebelajar. Pengusaaan berbagai metode mengajar, dapat diplikasikan oleh guru setiap kali guru tersebut melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru yang kaya akan metode mengajar, niscaya dapat menciptakan suasana kelas yang dinamis dan ceria di setiap pertemuannya. Sehingga pembelajaran yang asyik dan menyenangkan tidak Cuma sekedar dalam wacana di literatur-literatur strategi belajar mengajar, melainkan dapat tercipta dalam kelas-kelas di seluruh wilayah. Tidak lagi dijumpai wajah-wajah kusut siswa kehilangan gairah sepulang dari sekolah, melainkan wajah ceria plus. Ceria karena sekolah memberi kesenangan, dan nilai plus karena siswa memperoleh pengalaman dan ilmu.
0 Response to "Metode Dalam Dunia Pendidikan"
Post a Comment