Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan


Pendahuluan
Kehamilan adalah keadaan yang meningkatkan kebutuhan ibu terhadap besi untuk memenuhi kebutuhan fetal, plasenta dan penambahan massa eritrosit selama kehamilan. Simpanan besi yang tidak mencukupi sebelum kehamilan akibat asupan besi yang tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi dalam kehamilan.
Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak yang membahayakan ibu dan janin. Pada ibu hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan postpartum. Bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur, pertumbuhan janin terhambat yang dapat mengakibatkan penyakit kardiovaskular pada saat dewasa, dan dapat mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan mengganggu angiogenesis pada kehamilan muda.1,4,5 Prevalensi Anemia Defisiensi Besi (ADB) bervariasi antar negara, bahkan antar wilayah, sangat bergantung pada pola nutrisi dan pola kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Secara umum prevalensi ADB relatif rendah pada trimester 1  dan kemudian meningkat pada trimester 2. Sekitar 50% ADB terjadi setelah kehamilan 25 minggu.1,6,7 Menegakkan diagnosis ADB tidaklah mudah, rendahnya kadar Hb tidak selalu berarti ADB, bahkan sebelum terjadi ADB sesungguhnya orang tesebut sudah kekurangan simpanan besi dalam badannya. Sehingga prevalensi kekurangan besi tanpa anemia akan sangat lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan ADB.1,6,7 Seperti dari disertasi Seefried (1995), yang mendapatkan bahwa prevalensi kekurangan simpanan besi di tubuh pada pasien-pasien di Rumah Sakit Universitas Zurich berkisar 35% sedangkan yang bermanifestasi sebagai ADB adalah 10%.
Dalam kehamilan terjadi perubahan hematologik yang mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi. Pada kehamilan dengan satu janin kebutuhan ibu akan besi akibat kehamilan adalah sebesar 1000 mg. Sekitar 300 mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk peningkatan massa hemoglobin dan sekitar 200 mg dikeluarkan melalui saluran cerna, urin dan kulit. Jumlah total 1000 mg ini pada umumnya melebihi simpanan besi pada kebanyakan wanita. Jika kebutuhan ini tidak dapat dikompensasi dari peningkatan absorpsi besi,
maka terjadilah anemia defisiensi besi.

Metabolisme Besi
Besi merupakan trace element yang terbanyak pada tubuh manusia dan merupakan salah satu elemen yang terbanyak di alam ini. Rata-rata kandungan besi pada manusia dewasa yang sehat berkisar antara 4-5 gram (40-50 mg Fe/kg berat badan).
Enam puluh lima persen besi tubuh terkandung pada eritrosit sebagai besi yang terikat hemoglobin. Pada mioglobin, beberapa enzim dan sel-sel lainnya sebesar 5% sebagai besi yang aktif. Sebesar 0,1 % dalam bentuk transferin pada plasma darah dan 15 hingga 30% disimpan pada sistem retikuloendotelial dan sel parenkim hati terutama dalam bentuk feritin.
Metabolisme besi adalah siklus yang kompleks antarapenyimpanan, penggunaan, transpor, penghancuran dan penggunaan kembali. Pengelolaan besi dalam tubuh adalah proses yang sangat dinamik. Besi diabsorpsi hampir di seluruh bagian usus halus. Hati mengeluarkan sejumlah apotransferin ke dalam kandung empedu dan kemudian mengalir ke duodenum.
Pada usus halus ini apotransferin terikat pada besi bebas dalam makanan membentuk transferin. Transferin kemudian terikat pada reseptor transferin pada membran sel epitel pada usus. Kemudian dengan cara pinositosis, transferin ini diabsorpsi ke dalam sel epitel dan dilepaskan ke dalam plasma darah dalam bentuk transferin plasma. Besi ini terikat pada bagian globulin dari transferin secara longgar hingga dapat dibebaskan pada sel-sel jaringan pada setiap tempat pada tubuh. Besi transit melalui pool transport ini dengan sangat cepat dan keseluruhan perputarannya hingga 10-15 kali setiap hari, kira-kira setiap 2 jam.
Penyerapan besi pada usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah asiditas lambung dan makanan. Tahapan absorpsi besi ini ternyata merupakan proses yang kompleks yang meliputi beberapa tahapan. Pengambilan besi pada mukosa lambung melalui reseptor DMT 1 yang jumlahnya meningkat bila terjadi defisiensi besi. Bentuk besi yang dapat diabsorbpi adalah bentuk Fe2+, yang harus diubah dahulu oleh duodenal cytochrome b (Dcytb) sebelum diterima oleh divalent metal transporter 1 (DMT 1). Pada daerah basolateral besi ini dikeluarkan dari sel melalui ferroportin dalam bentuk Fe2+ dan diubah ke bentuk Fe3+ oleh Hephaestin. Besi ini kemudian berikatan dengan transferin dan kemudian melekat pada reseptor transferin yang terdapat pada sel. Besi di dalam sel kemudian dibawa ke mitokondria atau disimpan dalam bentuk feritin.[...]

Abstrak
Defisiensi besi adalah masalah defisiensi nutrisi yang terbanyak dan merupakan
penyebab anemia terbesar di dalam kehamilan. Sebesar 20% populasi dunia diketahui
menderita defisiensi besi dan 50 % dari individu yang menderita defisiensi besi ini
berlanjut menjadi anemia defisiensi besi.1 Populasi yang terbesar menderita anemia
defisiensi besi ini adalah wanita usia reproduksi, terutama saat kehamilan dan persalinan.
Data dari WHO memperkirakan bahwa 58% wanita hamil di negara sedang berkembang
menderita anemia.1 Sedangkan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia
tahun 1995 persentase ibu hamil dengan anemia mencapai 51,3%.

Selengkapnya...

0 Response to "Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan"

Post a Comment