Ergonomi Untuk Pekerja Sektor Informal


PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional yang telah dan akan dikerjakan saat ini, dilakukan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi maju dan telah mampu menghasilkan peluang kerja sehingga diharapkan dapat meningkatkan status sosial ekonomi dan kualitas hidup keluarga dan masyarakat. Hal ini akan berhasil jika pelbagai risiko yang akan mempengaruhi kehidupan para pekerja, keluarga dan masyarakat dapat diantisipasi. Pelbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK), penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagaipendekatan ergonomik.
Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama, yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk faktor lingkungan kerja dan metode kerja. International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi sebagai berikut: Ergonomi ialah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.
Menyongsong era globalisasi, dalam rapat kerja ISO on Occupational and Safety Management System di Geneva pada tanggal 5-6 September 1996 telah diputuskan tentang penerapan secara internasional progam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai salah satu syarat dalam standar internasional yang berkaitan dengan perdagangan bebas.
Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung amat pesat, baik industri formal maupun industri di rumah tangga, pertanian, perdagangan dan perkebunan. Hal ini akan menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap tambahan angkatan kerja baru yang diperkirakan untuk tahun 2001 ini berjumlah 101 juta orang, dimana sebagian besar angkatan kerja ini (70-80%) berada di sektor informal. Semua industri, baik formal maupun informal diharapkan untuk dapat menerapkan K3. Yang dimaksud dengan industri informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, usaha-usaha di luar sektor modern/ formal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
- Sederhana
- Skala usaha relatif kecil
- Umumnya belum terorganisisr secara baik
Menurut M. Mikhew (ICHOIS 1997), gambaran umum
industri sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Timbulnya risiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan menentukan tentang pelayanan kesehatan kerja yang adekuat
3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor fisiko kesehatan kerja.
4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja yang panjang.
5. Pembagian kerja distruktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.
6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat pekerjaan.
7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.
8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, sosial (asuransi kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.
Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi, diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja (Quality of Working Life), dan hal ini berakibat pada peningkatan produktifitas kerja dan penurunan prelavensi penyakit akibat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.Interaksi ini akan berjalan dengan baik bila ketiga komponen tersebut dipersiapkan dengan baik dan saling menunjang. Misalnya menyesuaikan ukuran peralatan kerja dengan postur tubuh pekerja dan menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja.
Dalam penerapan ergonomi akan dipelajari cara-cara penyesuaian pekerjaan, alat kerja dan lingkungan kerja dengan manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja dan produktifitas kerja.
PENGENALAN MASALAH ERGONOMI
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomic umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
1. Pendekatif kuratif
Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/ modifikasi dari proses yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
2. Pendekatan konseptual
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, social budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara konseptual dilakukan sejak awal perencanaan dengan mengetahui kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya, pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.[....]
(Oleh: Fikry Effendi, Staf Bagian Ilmu Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta)

0 Response to "Ergonomi Untuk Pekerja Sektor Informal"

Post a Comment