PENDAHULUAN
Penyakit hepatitis B merupakan penyakit endemik disebabkan oleh virus hepatitis B. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di negara Afrika dan Asia, khususnya di daerah Afrika Sahara dan Asia Tenggara. Di Taiwan, satu di antara 7 orang dilaporkan mengidap virus hepatitis B. Di Indonesia, kejadiannya satu diantara 12–14 orang. Hepatitis B ini hampir 100 kali lebih infeksius dibandingkan dengan virus HIV. Indonesia bahkan sudah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat endemisitas yang tinggi dimana prevalensi HbsAg-nya lebih dari 8 persen. Infeksi hepatitis B dapat berupa keadaan yang akut dengan gejala yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Apabila penyakit berlangsung lebih dari 6 bulan, maka disebut hepatitis kronik. Anak-anak yang terinfeksi pada waktu lahir atau pada usia antara 1 dan 5 tahun maka akan terjadi penyakit hati yang kronik. Infeksi yang berjalan kronis mempunyai kemungkinan untuk menjadi kanker hati dan sirrosis hati.
Penyakit hepatitis B merupakan penyakit endemik disebabkan oleh virus hepatitis B. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di negara Afrika dan Asia, khususnya di daerah Afrika Sahara dan Asia Tenggara. Di Taiwan, satu di antara 7 orang dilaporkan mengidap virus hepatitis B. Di Indonesia, kejadiannya satu diantara 12–14 orang. Hepatitis B ini hampir 100 kali lebih infeksius dibandingkan dengan virus HIV. Indonesia bahkan sudah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat endemisitas yang tinggi dimana prevalensi HbsAg-nya lebih dari 8 persen. Infeksi hepatitis B dapat berupa keadaan yang akut dengan gejala yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Apabila penyakit berlangsung lebih dari 6 bulan, maka disebut hepatitis kronik. Anak-anak yang terinfeksi pada waktu lahir atau pada usia antara 1 dan 5 tahun maka akan terjadi penyakit hati yang kronik. Infeksi yang berjalan kronis mempunyai kemungkinan untuk menjadi kanker hati dan sirrosis hati.
Mereka yang menderita infeksi kronis ini merupakan sumber untuk penularan penyakit hepatitis B. Penyakit kanker hati dan sirrosis hati sampai sekarang belum ada obatnya, biasanya penderita meninggal setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Oleh karena itu pencegahan merupakan kunci utama untuk mengurangi sumber penularan serta penurunan angka mortalitas dan morbiditas akibat penyakit hepatitis B.
Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin pada bayi dan balita melalui pemberian imunisasi hepatitis B. Pemerintah Indonesia melalui Program Pengembangan Imunisasinya (PPI) sejalan dengan komitmen internasional Universal Child Immunization (UCI), telah menargetkan “Universal Child Immunization 80-80-80” sebagai target cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B, harus mencapai cakupan 80% baik di tingkat nasional, propinsi, kabupaten bahkan di setiap desa.
Saat ini data infeksi hepatitis B masih tinggi yaitu angka kejadiannya 4%-30% pada orang normal, sedangkan pada penyakit hati menahun angka kejadiannya 20%-40%. Pada ibu hamil prevelensinya sebesar 4% dan penularan dari ibu hamil yang mengidap hepatitis ke bayinya sebesar 45.9%. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hepatitis B sejak dini, maka WHO telah merekomendasi program imunisasi hepatitis B untuk semua bayi (Universal Chilhood Immunization Against Hepatitis B).
Sebagai implemetasinya, pemerintah Indonesia memasukkan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin secara nasional sejak tahun 1997. Hingga saat ini program imunisasi hepatitis B masih terus berjalan walaupun banyak kendala yang dihadapi, misalnya belum tercapainya target cakupan imunisasi dan indek pemakaian vaksin yang rendah. Bila program imunisasi ini berhasil, diharapkan pada tahun 2015 (satu generasi kemudian) hepatitis B bisa diberantas dan bukan merupakan persoalan kesehatan masyarakat lagi.
Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin pada bayi dan balita melalui pemberian imunisasi hepatitis B. Pemerintah Indonesia melalui Program Pengembangan Imunisasinya (PPI) sejalan dengan komitmen internasional Universal Child Immunization (UCI), telah menargetkan “Universal Child Immunization 80-80-80” sebagai target cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B, harus mencapai cakupan 80% baik di tingkat nasional, propinsi, kabupaten bahkan di setiap desa.
Saat ini data infeksi hepatitis B masih tinggi yaitu angka kejadiannya 4%-30% pada orang normal, sedangkan pada penyakit hati menahun angka kejadiannya 20%-40%. Pada ibu hamil prevelensinya sebesar 4% dan penularan dari ibu hamil yang mengidap hepatitis ke bayinya sebesar 45.9%. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hepatitis B sejak dini, maka WHO telah merekomendasi program imunisasi hepatitis B untuk semua bayi (Universal Chilhood Immunization Against Hepatitis B).
Sebagai implemetasinya, pemerintah Indonesia memasukkan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin secara nasional sejak tahun 1997. Hingga saat ini program imunisasi hepatitis B masih terus berjalan walaupun banyak kendala yang dihadapi, misalnya belum tercapainya target cakupan imunisasi dan indek pemakaian vaksin yang rendah. Bila program imunisasi ini berhasil, diharapkan pada tahun 2015 (satu generasi kemudian) hepatitis B bisa diberantas dan bukan merupakan persoalan kesehatan masyarakat lagi.
Cakupan imunisasi di Sumatera Utara secara umum cukup tinggi, tetapi tidak merata setiap kabupaten, ada di antaranya di bawah 80 persen. Hal ini memungkinkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit misalnya campak, polio, tetanus dan sebagainya. Sedangkan infeksi hepatitis B pada bayi dan balita menyebabkan terjadinya infeksi kronis yang dapat menimbulkan cirrhosis hepatis dan kanker hati pada saat ia dewasa, sehingga bila cakupan imunisasinya rendah, hal ini juga berpotensi untuk menimbulkan KLB di kemudian hari. Penderita hepatitis B kronis ini, juga merupakan sumber penularan bagi orang lain.
Beberapa kelemahan-kelemahan program imunisasi di Sumatera Utara telah teridentifkasi, yaitu distribusi tenaga kesehatan tidak merata, terjadi keterlambatan distribusi vaksin, penyimpanan vaksin dan manejemen logistik masih kurang, serta masih minimnya dukungan Pemda untuk biaya operasional (transportasi ke lapangan, supervisi, pengambilan/distribusi vaksin dan logistik) terutama untuk daerah sulit dan terpencil.
Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian evaluatif terhadap pelaksanaan imunisasi hepatitis B untuk mengetahui seberapa besar cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi usia 12-24 bulan di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.
Beberapa kelemahan-kelemahan program imunisasi di Sumatera Utara telah teridentifkasi, yaitu distribusi tenaga kesehatan tidak merata, terjadi keterlambatan distribusi vaksin, penyimpanan vaksin dan manejemen logistik masih kurang, serta masih minimnya dukungan Pemda untuk biaya operasional (transportasi ke lapangan, supervisi, pengambilan/distribusi vaksin dan logistik) terutama untuk daerah sulit dan terpencil.
Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian evaluatif terhadap pelaksanaan imunisasi hepatitis B untuk mengetahui seberapa besar cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi usia 12-24 bulan di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yang akan menilai program pemberian imunisasi hepatitis B pada balita. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study, dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan survey terhadap rumah tangga.
Populasi penelitian adalah seluruh balita usia 12–24 bulan yang berada di wilayah penelitian. Penentuan usia 12-24 bulan ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada rentang usia tersebut diperkirakan seorang anak balita sudah seharusnya mendapat imunisasi hepatitis B yang lengkap dan periode waktu tersebut bagi ibu dari balita yang terpilih dianggap cukup baik untuk mengingat kembali imunisasi hepatitis B anaknya.[...]
Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yang akan menilai program pemberian imunisasi hepatitis B pada balita. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study, dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan survey terhadap rumah tangga.
Populasi penelitian adalah seluruh balita usia 12–24 bulan yang berada di wilayah penelitian. Penentuan usia 12-24 bulan ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada rentang usia tersebut diperkirakan seorang anak balita sudah seharusnya mendapat imunisasi hepatitis B yang lengkap dan periode waktu tersebut bagi ibu dari balita yang terpilih dianggap cukup baik untuk mengingat kembali imunisasi hepatitis B anaknya.[...]
0 Response to "Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Usia 12–24 Bulan"
Post a Comment