Kadar Asam Urat sebagai Prediktor Luaran Pengelolaan Preeklampsia Berat Preterm


PENDAHULUAN
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) termasuk preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia. Walaupun  sudah jauh menurun, angka morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal akibat penyakit ini masih tinggi dan merupakan salah satu dari ketiga penyebab utama kematian ibu, di samping perdarahan dan infeksi. Berg dkk (1996) melaporkan bahwa hampir 18% dari sejumlah 1.450 kematian maternal di AS sejak 1987 s/d 1990 akibat komplikasi hipertensi dalam kehamilan.1 Jumlah kematian ibu di duabelas rumah sakit pendidikan di Indonesia antara tahun 1977 s/d 1980 berkisar 30–40% yang diakibatkan oleh preeklampsia dan 60–80% oleh eklampsia.2 Pada dekade 1990-an preeklampsia dan eklampsia sudah merupakan penyebab kematian maternal yang paling banyak (30%) yang diikuti oleh perdarahan (21%) dan infeksi (17%).
Di RS Sanglah Denpasar dari beberapa penelitian yang telah dilakukan didapatkan sebaran preeklampsia sebagai berikut : Insidensi preeklampsia pada primigravida 11,03%.4 Angka kematian maternal akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%.5 Sedangkan pada periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) preeklampsia berat dengan 55 kasus di antaranya dirawat konservatif. Etiologi preeklampsia dan eklampsia, pengaruhnya terhadap kehamilan dan pengobatannya sampai saat ini masih belum jelas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui etiologi preeklampsia serta untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai patogenesis penyakit ini. Berkembangnya ilmu biologi molekuler memberikan banyak harapan dan informasi baru untuk menerangkan terjadinya preeklampsia.
Terdapat banyak cara yang telah diteliti untuk prediksi dan deteksi dini penyakit ini; di antaranya: pemeriksaan baku pada perawatan antenatal, pemeriksaan sistem vaskuler, biokimia, hematologi dan ultrasonografi.
Pemeriksaan asam urat yang merupakan hasil metabolisme akhir purin, merupakan salah satu cara pemeriksaan biokimia yang dapat dilakukan untuk memprediksi terjadinya pre-eklampsia. Kurdas (2001) menyatakan bahwa peningkatan kadar asam urat serum merupakan prediksi terhadap terjadinya preeklampsia.10 Tingginya kadar asam urat serum yang diduga akibat turunnya ekskresi asam urat ginjal sering ditemukan pada penderita preeklampsia.
Pada preeklampsia dan eklampsia akan terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologi pada berbagai alat tubuh, seperti ginjal, sistem hemodinamik dan kimia darah. Perubahan kimia darah yang dapat terjadi antara lain adalah metabolisme asam urat, yang oleh beberapa peneliti dikatakan bersifat khas.14,15 Beberapa menyimpulkan bahwa perubahan metabolisme asam urat dapat terjadi sebelum gejala klinik tampak. Peneliti lainnya menyatakan bahwa kadar asam urat dapat dijadikan ukuran untuk menilai derajat penyakit preeklampsia.
Kadar asam urat > 350 µmol/L merupakan pertanda suatu preeklampsia berat dan berhubungan dengan angka kematian perinatal yang tinggi khususnya pada usia kehamilan 28–36 minggu.9 Pada kehamilan ganda (gemeli) didapatkan kadar asam urat 5,5 mg/dL merupakan cut-off point untuk mendeteksi dini preeklampsia pada usia kehamilan 30-31 minggu dengan sensitivitas 73% dan spesifisitas 74%.19 Penelitian Jacobson dkk (1990) atas 135 ibu hamil yang diperiksa kadar asam uratnya pada usia kehamilan 24 minggu ternyata dapat memprediksi terjadinya preeklampsia pada kadar > 5,9 mg/dL, dengan nilai prediksi positif 33%.
Banyak penelitian telah membuktikan terdapatnya hubungan bermakna antara tingginya kadar asam urat dengan memberatnya preeklampsia dan buruknya luaran maternal dan perinatal. Kadar asam urat juga oleh beberapa penulis dipakai sebagai konfirmasi diagnosis, menentukan perkembangan penyakit serta sebagai faktor peramal keadaan janin pada preeklampsia berat. Tingginya kadar asam urat serum pada penderita preeklampsia berat merupakan gambaran beratnya penyakit. Selain itu kadar asam urat pada preeklampsia berat juga dapat memberikan gambaran tentang keadaan janin saat lahir dengan nilai Apgar rendah. Makin tinggi kadar asam urat serum, kematian perinatal akan makin tinggi.20- 23 Atas dasar itu beberapa penulis melaporkan bahwa kadar asam urat serum dapat dipakai sebagai konfirmasi diagnosis preeklampsia dalam menentukan perkembangan penyakit serta sebagai faktor prognosis keadaan janin.
Selain itu juga ternyata pemeriksaan kadar asam urat serum sangat sederhana dan relatif murah bila dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorik lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan titik potong (cut-off point) kadar asam urat yang akan dipakai sebagai angka penentu (prediktor) pengelolaan konservatif preeklampsia berat preterm dan mencari hubungannya dengan luaran pengelolaan preeklampsia berat preterm. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam mengelola kasus preeklampsia berat preterm.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi observasional (observational study) terhadap penderita preeklampsia berat preterm yang diperiksa kadar asam uratnya, dengan populasi semua ibu hamil yang didiagnosis preeklampsia berat yang datang ke RS Sanglah Denpasar dan bersedia ikut dalam penelitian ini. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa kadar asam urat dapat dipergunakan sebagai prediktor dan berpengaruh terhadap luaran pengelolaan konservatif preeklampsia berat preterm. Kriteria penerimaan adalah usia kehamilan 20–36 minggu, kehamilan tunggal, janin hidup dan mendapat perawatan konservatif ; kriteria penolakan adalah : Ibu hamil dengan obesitas, penyakit ginjal atau penyakit pirai (gout).[....]

0 Response to "Kadar Asam Urat sebagai Prediktor Luaran Pengelolaan Preeklampsia Berat Preterm"

Post a Comment