PENDAHULUAN
Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) menjadi perhatian klinisi karena dampak yang ditimbulkannya jika tidak ditangani dengan tepat. Angka kejadian PUA diprediksi terjadi pada 20% wanita; khususnya pada pasca menopause PUA merupakan 15%- 20% dari seluruh kasus ginekologi, serta 25% indikasi operasi ginekologi. Beberapa penelitian mendapatkan hanya 10-20% dari keseluruhan kasus PUA tersebut yang menderita kanker(1-4).
PUA dapat terjadi pada semua usia dan sebagian besar kasus yang dirujuk ke bagian Ginekologi adalah dengan diagnosis klinis (sebenarnya gejala klinis) metrorhagia (37,1%) dan menorhagia (33,7%).
Agar kasus-kasus PUA dapat ditangani dengan tepat, harus diketahui etiologi/penyebab pasti yang dapat berupa kelainan organik dan perdarahan uterus disfungsional(4,5). Kelainan organik yang paling sering adalah mioma uterus terutama mioma submukosum, endometriosis, polip, kanker endometrium, hiperplasia endometrium dan adneksitis. Selain itu juga pemakaian alat kontrasepsi, trombositopenia dan gangguan pembekuan darah serta penggunaan terapi sulih hormon.
Modalitas yang sering digunakan untuk diagnosis etiologi perdarahan uterus adalah histeroskopi, kuretase yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologis (PA), biopsi, serta USG transvaginal dan MRI.
Histeroskopi merupakan baku emas untuk mengetahui keadaan di dalam kavum uteri namun memerlukan prosedur anestesi, invasif dan mahal .
Di beberapa pusat termasuk di RS Sanglah, pemeriksaan histopatologis merupakan baku emas untuk diagnosis patologis kavitas uteri. Sampel untuk pemeriksaan PA dapat diambil melalui kuretasi atau biopsi. Di samping untuk diagnostik, kuretasi berfungsi juga sebagai terapi perdarahan uterus. Jika dibandingkan dengan hasil PA setelah histerektomi, akurasi D&C PA mencapai 90%, sehingga D&C PA baik dipakai sebagai baku emas pemeriksaan lesi intrauteri(6). Tetapi pemeriksaan D&C PA termasuk tindakan ginekologi yang invasif, mempunyai risiko komplikasi seperti perdarahan, perforasi dan infeksi serta kurang memiliki nilai terapi.
USG transvaginal adalah pemeriksaan yang kurang invasif, dapat dikerjakan di kamar praktek, lebih nyaman, serta membutuhkan waktu yang relatif singkat dengan hasil setara dengan hasil diagnostik modalitas lainnya(3,4,7,8). Dengan USG transvaginal dapat diketahui ketebalan endometrium, keadaan-keadaan patologis pada endometrium, myometrium serta adneksa. Williams mendapatkan kemampuan USG trans-vaginal dalam mendeteksi lesi intrauteri dengan sensitifitas 67% dan spesifisitas 93% dengan nilai duga positif 80% serta nilai duga negatif 86% dibandingkan baku emas histeroskopi. Penelitian lain menghasilkan nilai sensitifitas dan spesifisitas sangat beragam, berkisar antara 80% - 100%(9-12).
Namun di bagian Obstetri & Ginekologi RS Sanglah USG transvaginal belum banyak digunakan khususnya dalam evaluasi PUA.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi dan rasio kemungkinan USG transvaginal untuk diagnosis PUA dibandingkan dengan baku emas Histopatologis (dalam hal ini dilakukan Dilatasi Kuretase dan PA).
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Diagnostik tersamar ganda (double blind). Pemeriksaan USG transvaginal dikerjakan pada semua penderita Perdarahan Uterus Abnormal yang datang ke poliklinik Obstetri & Ginekologi atau IRD RSUP Sanglah yang akan menjalani dilatasi, kuretase dan PA (D&C PA). Sampel yang memenuhi kriteria inklusi seperti perdarahan uterus abnormal dengan kausa yang belum jelas dan bersedia ikut sebagai sampel penelitian;serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi yaitu PUA dengan perdarahan banyak dan aktif, akibat mioma uteri (klinis), dengan alat KB ( IUD, hormonal ), kelainan hematologis, dengan penyakit sistemik kronik, sedang terapi tamoxifen atau estrogen, dan himen intak.[...]
0 Response to "USG Transvaginal Dibandingkandengan D&C PA untuk Diagnostik Perdarahan Uterus Abnormal"
Post a Comment