Pembangunan sarana air bersih (SAB) sudah dilaksanakan sejak tahun 1974 di wiliyah pedesaan di Indonesia meliputi sistem perpipaan, sumur pompa tangan (SPT) dangkal, penampungan air hujan (PAll), dan saranajaringan pasir lambat.
Namun karena SAB yang dibangun pemerintah tersebut banyak yang sudah tidak berfungsi (rusak atan tidak keluar air), masyarakat banyak yang beralih ke sumur gali.
Untuk memperoleh gambaran/informasi mengenai faktor-faktor termasuk sosio budaya yang berperan dalam pemanfaatan dan pemeliharaan SAB tersebut telah dilakukan penelitian di propinsi Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan. Responden adalah 360 ibu runah tangga dan mantan pengguna SAB. Data dikumpulkan secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengumpulan data kuantitatif dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan untuk pengumpulan data kualitatif digunakan focus group discussion.
Alasan tidak menggunakan SAB lagi karena jarak terlalu jauh, SAB tidak keluar air, terlalu banyak pemakal, air tidak bersih.
Disarankan agar penempatan SAB lebih sesuai dengan melihat lapisan tanah, serta terletak tidak jauh dan pemukiman dan penanggungjawabnya, penentuan jumlah pemakai 1 SAB 10 kepala keluarga.
PENDAHULUAN
Air adalah salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Tanpa air berbagai proses kehidupan mustahil dapat berlangsung. Meskipun air termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaiki (renewable resource), namun kenyataan menunjukkan bahwa ketersediaan air tanah tidak pernah bisa bertambah, bahkan cenderung terus menurun baik dan segi kuantitas maupun kua1itasnya.
Sejak tahun 1974/1975 melalui Inpres di daerah pedesaan telah dibangun berbagai sarana penyediaan air bersih, yang meliputi pómbangunan sistem perpipaan, sumur pompa tangan dangkal (SPTDK), penampungan air hujan (PAH) dan sarana saringan pasir lambat. Pembangunan sarana tersebut kini telah selesai dan diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi masyarakat yang mendapat sarana tersebut; tetapi dan berbagai laporan hasil kunjungan/monitoring petugas Direktorat PAIR, Ditjen PPM & PLP, Dep.Kes. RI, ternyata kurang berdaya guna dan berhasil guna(2). Hal ini tercermin dan keadaan sarana (kran umum) yang tidak berfungsi baik, dan masyarakat masih banyak memanfaatkan air sumur gali walaupun telah dibangun sumur pompa tangan (SFT).
Sejak tahun 1974/1975 melalui Inpres di daerah pedesaan telah dibangun berbagai sarana penyediaan air bersih, yang meliputi pómbangunan sistem perpipaan, sumur pompa tangan dangkal (SPTDK), penampungan air hujan (PAH) dan sarana saringan pasir lambat. Pembangunan sarana tersebut kini telah selesai dan diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi masyarakat yang mendapat sarana tersebut; tetapi dan berbagai laporan hasil kunjungan/monitoring petugas Direktorat PAIR, Ditjen PPM & PLP, Dep.Kes. RI, ternyata kurang berdaya guna dan berhasil guna(2). Hal ini tercermin dan keadaan sarana (kran umum) yang tidak berfungsi baik, dan masyarakat masih banyak memanfaatkan air sumur gali walaupun telah dibangun sumur pompa tangan (SFT).
Dalam kaitan tersebut, telah dia,iakan penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan bekerjasama dengan Direktorat PAIR, Ditjen Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Penelitian ini bertujuan antara lain untuk mengungkapkan perilaku masyarakat yang menyebabkan sarana penyediaan air bersih kurang berguna dan berhasil guna. Hasil penelitian diharapkan akan digunakan sebagai bahan penyusunan program intervensi komunikasi dan bagi pembinaan tentang mantan pengguna sarana air bersih di Indonesia, pada khususnya di Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan.
Penelitian ini hanya dibatasi pada mantan pengguna sarana air bersih, yang merupakan bagian dan penelitian mengenai sosio budaya kelompok pembinaan pemakai sarana air bersih.
BAHAN DAN CARA
1) Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dipilih dan 3 propinsi yaitu Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah penelitian berdasarkan keadaan daerah dengan sosio budaya yang berbeda.
Di Kabupaten Cilacap pembangunan sarana air bersih besar-besaran tetapi tidak diketahui mengapa banyak yang ditinggalkan atau tidak dilanjutkan. Di Kalimantan Selatan dipilih sebagai daerah kumuh perkotaan, sedangkan Sulawesi Selatan dipilih karena merupakan daerah bantuan UNICEF.
Dari masing-masing propinsi dipilih salah satu kabupaten, dan kabupaten terpilih dipilih satu kecamatan (pada penelitian ditentukan 1 kecamatan kota yaitu di Kalimantan Selatan dan 2 kecamatan desa yaitu di Jawa Tengah dan di Sulawesi Selatan), dan dari setiap kecamatan terpilih dipilih 4 desa.
Desa-desa terpilih diperkirakan mempunyai kriteria berikut:
1) Masyarakat pernah memakai sarana air bersih umum yang ada.
2) Masyarakat belum memakai sarana air bersih yang ada.
3) Masyarakat belum/tidak menggunakan sarana air bersih umum maupun pribadi.
Karena penulisan ini hanya menyajikan responden mantan pengguna SAB, makapenyajian desa terpilih hanyapada masyarakat yang pernah memakai sarana air bersih umum yang ada.
Daerah penelitian dipilih dan 3 propinsi yaitu Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah penelitian berdasarkan keadaan daerah dengan sosio budaya yang berbeda.
Di Kabupaten Cilacap pembangunan sarana air bersih besar-besaran tetapi tidak diketahui mengapa banyak yang ditinggalkan atau tidak dilanjutkan. Di Kalimantan Selatan dipilih sebagai daerah kumuh perkotaan, sedangkan Sulawesi Selatan dipilih karena merupakan daerah bantuan UNICEF.
Dari masing-masing propinsi dipilih salah satu kabupaten, dan kabupaten terpilih dipilih satu kecamatan (pada penelitian ditentukan 1 kecamatan kota yaitu di Kalimantan Selatan dan 2 kecamatan desa yaitu di Jawa Tengah dan di Sulawesi Selatan), dan dari setiap kecamatan terpilih dipilih 4 desa.
Desa-desa terpilih diperkirakan mempunyai kriteria berikut:
1) Masyarakat pernah memakai sarana air bersih umum yang ada.
2) Masyarakat belum memakai sarana air bersih yang ada.
3) Masyarakat belum/tidak menggunakan sarana air bersih umum maupun pribadi.
Karena penulisan ini hanya menyajikan responden mantan pengguna SAB, makapenyajian desa terpilih hanyapada masyarakat yang pernah memakai sarana air bersih umum yang ada.
2) Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah. FGD dilakukan di setiap propinsi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah. FGD dilakukan di setiap propinsi.
3) Jumlah Sampel
• Data Kuantitatif
Dari setiap desa penelitian dipilih 20 responden mantan pengguna SAB, karena di setiap kecamatan dipilih 4 desa, maka jumlah responden berjumlah 80 orang untuk mewakili setiap propinsi. Karena ada 4 propinsi maka jumlah responden mantan pengguna SAB, menjadi 360 responden.
Untuk FGD mantan pengguna SAB dilakukan 2 kali di setiap kecamatan.
• Data Kuantitatif
Dari setiap desa penelitian dipilih 20 responden mantan pengguna SAB, karena di setiap kecamatan dipilih 4 desa, maka jumlah responden berjumlah 80 orang untuk mewakili setiap propinsi. Karena ada 4 propinsi maka jumlah responden mantan pengguna SAB, menjadi 360 responden.
Untuk FGD mantan pengguna SAB dilakukan 2 kali di setiap kecamatan.
4) Pengumpulan Data
Pengumpul dan tim pusat yaitu peneliti Puslit Ekologi Kesehatan dan dan Direktorat PAIR.[...]
Pengumpul dan tim pusat yaitu peneliti Puslit Ekologi Kesehatan dan dan Direktorat PAIR.[...]
0 Response to "Sarana Air Bersih (SAB)"
Post a Comment