Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan PencegahannyaPenyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan Pencegahannya


ABSTRAK
Penyakit karena kerja dapat menyerang semua tenaga kerja di rumah sakit akibat pajanan berbagai bahan berbahaya biologik, kimia, fisik di dalam lingkungan rumah sakit sendiri. Diperlukan pencegahan berupa upaya kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS) yang telah didukung perangkat hukum, guna mewujudkan produktivitas kerja optimal.


PENDAHULUAN
Citra masyarakat bahwa rumah sakit adalah tempat yang sangat bersih sudah berlangsung lama, sehingga tenaga kerjanya tidak akan terserang penyakit karena tempat kerjanya yang bersih dan tahu seluk beluk penyakit. Menjadi hal sulit dipercaya masyarakat jika tenaga kesehatan sakit, apalagi dokter jatuh sakit. Data tahun 1994 dari Bureau of Labor Statistic di Amerika Serikat menyatakan dari 5 juta warganya yang bekerja di rumah sakit, 40% di antaranya adalah dokter, perawat, apoteker serta para asistennya. Sebuah kelompok tenaga kerja yang mempunyai risiko besar terpajan bahan-bahan berbahaya di rumah sakit(1).
Rumah sakit masa kini, layaknya sebuah industri mempunyai beragam persoalan tenaga kerja yang rumit dengan berbagai risiko terkena penyakit akibat kerja sesuai jenis pekerjaannya. Seiring kemajuan teknologi kedokteran, ditemukannya penyakit baru (HIV), serta kemunculan penyakit lama (TB) menjadikan rumah sakit tidak lagi menjadi tempat teraman untuk bekerja(2). Bila dipandang sebagai sebuah industri, sepatutnya upaya kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS) (Occupational Health and Safety Program) tidak dilihat sebagai barang mahal, tapi seharusnya menjadi nilai tambah bagi organisasi rumah sakit itu sendiri. Menjadi sangat tepat bila upaya K3RS merupakan salah satu bidang penilaian  pemberian akreditasi rumah sakit di Indonesia oleh Depkessos RI.
PENYAKIT AKIBAT KERJA DI RUMAH SAKIT
Penyakit akibat kerja dapat menyerang semua tenaga kerja, baik medis(1,2,5) dan non medis(3,4). Tenaga non medis
1. Pencucian (laundry)
Petugas pengumpul, pencuci dan distribusi kembali linen kotor yang digunakan pasien, akan terpajan mikroorganisme patogen secara tetap. Untuk menghindari pajanan tetap tersebut, petugas cuci harus melakukan:
a) Semua linen kotor disatukan dalam kantong plastik, disimpan secara hati-hati. Sesampai di ruang cuci, linen kotor langsung dituang dari kantong (tidak dipegang tangan) langsung ke dalam mesin cuci kosong, tidak bercampur dengan cucian lain.
b) Kantong plastik pengumpul linen kotor sebaiknya diberi tanda atau terpisah, misalnya kantong plastik linen pasien berisiko tinggi seperti penderita Hepatitis, AIDS terpisah  dengan pasien lain. Petugas sortir linen bersih, juga harus memperhatikan kebersihan diri, karena dapat menjadi sumber infeksi. Petugas cuci harus memakai sarung tangan karet sebagai pencegahan dasar penyebaran infeksi. Petugas cuci dapat menderita dermatitis kontak akibat deterjen dan bahan kimia lain untuk cuci. Dapat pula terpajan mikroorganisme yang terbawa aerosol (di rumah sakit maju)(4).
2. Rumah tangga (Housekeeping)
Petugas kebersihan mempunyai risiko terbesar terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai (disposable equipment) seperti jarum suntik bekas, selang infus bekas. Membersihkan seluruh ruangan rumah sakit dapat meningkatkan faktor terkena infeksi.
Mengepel lantai tidaklah membasmi mikroorganisme, kebanyakan hanya memindahkan debu dan bahan kimia dari satu ke tempat lain di rumah sakit(4). Sehingga bila saat mengepel lantai tidak benar, maka debu yang ditumpangi mikroorganisme patogen bertebaran di udara, dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan. Debu sebaiknya dihisap dengan vacuum cleaner. Desinfektan pembersih lantai yang sudah diencerkan dengan air di dalam ember pel harus digunakan dalam waktu 24 jam, agar tidak kehilangan sifat antimikrobanya(4).
3. Gizi (penyiapan makanan)
Petugas penyiapan makanan dapat terpajan salmonela, botulism dari bahan mentah ikan, daging dan sayuran(4,5). Pencegahan terpenting di bagian ini adalah tangan bersih dan menggunakan alat bersih. Kulkas penyimpanan bahan makanan mentah yang sudah dibersihkan diatur suhunya dan kebersihannya agar bakteri atau jamur tidak sempat berkembang biak. Memasak yang benar-benar matang akan membunuh salmonela. Petugas yang sedang menderita gangguan gastrointestinal diliburkan dan diobati sampai sembuh.
4. Farmasi
Apoteker yang berkomunikasi dengan pasien kanker dapat terpajan obat anti neoplastik.
5. Sterilisasi
Gas etilen oksida (ethylene oxide) sering digunakan sebagai gas sterilisasi alat medis. Menjadi berbahaya bila sistem pembuangan sterilisasi rusak/macet, sehingga uap gas ini terhirup petugas. Etilen oksida merupakan gas tidak berwarna, mudah terbakar dan meledak bila mencapai konsentrasi 3% di udara(1,5). Efek etilen oksida bersifat mutagenik, sitogenik, karsinogenik pada hewan percobaan(1,2,4). Efek toksik utama pada traktus respiratorius dan saran pada pajanan dosis tinggi, akan menyebabkan katarak(6). Petugas hamil dilarang bekerja di ruangan ini. Ruangan sebaiknya dibuka setelah selesai sterilisasi alat.
6. Laboratorium
Pemeriksa di laboratorium akan terpajan bakteri, antara lain TB dan virus Hepatitis B. Petugas harus menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi untuk mencegah tertular penyakit, serta selalu memakai sarung tangan karet pada saat bekerja. Mencuci tangan setiap akan memulai dan setelah bekerja, mengenakan jas laboratorium, yang harus selalu ditinggal di dalam laboratorium.
7. Petugas Radiologi
Radiasi adalah risiko berbahaya yang dikenal baik di lingkungan rumah sakit dan usaha penanggulangannya sudah dilakukan. Rumah sakit sebaiknya mempunyai petugas yang bertanggung jawab (safety officer) atas keamanan daerah sekitar radiasi dan perlindungan bagi petugasnya. Petugas hamil sebaiknya dilarang bekerja, walau hal ini masih diperdebatkan.[.....]
(Oleh: Aryawan Wichaksana, Staf Medik Rumah Sakit Al Kamal Jakarta)


0 Response to "Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan PencegahannyaPenyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan Pencegahannya"

Post a Comment