Produktivitas Tanaman Cabe Jawa


Pendahuluan

Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai analgesik, diaforetik, karminatif, stimulan, afrodisiak, antiinflamasi, antipiretik dan antioksidan (Hargono 2009; Anwar 2001).
Bagian tanaman yang sering digunakan adalah buah yang sudah tua, akar, dan daun yang dikeringkan. Buah cabe jawa mengandung minyak atsiri, piperina, piperidina, asam palmitat, asam tetrahidropiperat, undecylenyl 3-4 methylenedioxy benzene, N-isobutyl decatrans-2 trans-4 dienamida, sesamin, eikosadienamida, eikpsatrienamida, guinensina, oktadekadienamida, protein, karbohidrat, gliserida, tannin, kariofelina (Aliadi et al. 1996; Hargono 1992; Kardono 1992; Depkes 2008).
Minyak atsiri buah cabe jawa mengandung terpenoid. Terpenoid sendiri terdiri dari n-oktanol, linanool, terpinil asetat, sitronelil asetat, piperin, alkaloid, saponin, polifenol, resin/kavisin (www.beritabumi. or.id/artikel.php?idartikel=56 2004). Terpenoid merupakan antioksidan alami, seperti halnya tokoferol dan asam askorbat (Grassman 2005). Senyawa sitral dan linanool dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri Rhodopseudomonas sphaeroides, Escherichia coli, Proteus vulgaris, Micrococeus luteus, Bacillus subtilis, Enterobacter aerogenes dan Staphylococeus aureus. Pemberian minyak atsiri cabe jawa juga dapat meningkatkan limfosit pada darah hewan uji (Aulia 2009).
Untuk memperoleh sediaan jamu atau fitofarmaka dari cabe jawa yang terstandar, perlu didukung dengan penyediaan teknologi hulu yang memadai, sehingga mutu simplisia dan ekstrak yang akan digunakan dalam industri farmasi terjamin kebenarannya. Faktor yang berpengaruh terhadap mutu simplisia adalah kejelasan spesies/varietas tumbuhan serta potensi genetiknya, lingkungan tumbuh, bagian yang digunakan, perlakuan budidaya, waktu panen dan perlakuan pasca panen (Sinambela 2003). Sampai saat ini, sudah banyak dihasilkan sediaan obat herbal dan formula fitofarmaka dari beberapa jenis tumbuhan, namun dukungan budidayanya masih sangat terbatas.
Cabe jawa merupakan tanaman tahunan yang banyak tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 600 m dpl. Daerah sentra produksi cabe jawa diantaranya adalah Madura, Kabupaten Lamongan, dan Lampung. Hasil inventarisasi tanaman tersebut di sentra produksi Madura pada tahun 1992/1993 ditemukan tipe buah yang berbeda, yaitu tipe besar, sedang dan kecil dengan warna bervariasi, serta kandungan mutu yang berlainan. Cabe jawa yang berasal dari Kabupaten Sumenep kandungan minyak atsirinya lebih tinggi (1,56-1,66 %) dibandingkan dengan dari daerah lainnya, demikian juga kadar piperinnya (1,96%) (Rostiana et al. 1994; Yuliani et al. 2001). Hasil eksplorasi tahun 2003, diketahui bahwa cabe Jawa yang berasal dari Sumenep menunjukkan kadar oleoresin tertinggi yaitu 6,10 % (Rostiana et al. 2004).
Areal perkebunan cabe jawa di Madura sangat spesifik, yaitu di lahan kering iklim kering dengan kondisi tanah berbatu cadas. Di daerah Madura, pertanaman cabe jawa paling luas berada di Kabupaten Sumenep yaitu 1.685 ha dengan produksi 8.335,67 ton (www.sumenep-p3ik.net/perda/DI D88091209.pdf 2009). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas cabe jawa di Kabupaten Sumenep sebesar 4,95 t/ha. Produktivitas cabe jawa di daerah ini masih dapat ditingkatkan antara lain melalui pemupukan mengingat sebagian besar petani belum menerapkan tehnik budidaya yang berpedoman pada standar good agricultural practice (GAP) untuk mendukung quality, safety, and efficacy (QSE). Hasil penelitian Sudiarto et al. (1995) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang 2-5 kg, urea 30-54 g, TSP 300 g per pohon di daerah Bluto, Kabupaten Sumenep mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman cabe jawa, tetapi belum diketahui pengaruhnya terhadap produksi dan mutu. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan unsur hara cabe jawa produktif melalui pupuk organik dan anorganik sehingga diperoleh produksi buah yang optimal dengan mutu tinggi.

Abstrak

Cabe jawa (Piper retrofractum) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang memiliki banyak manfaat dalam pengobatan. Untuk memperoleh sediaan jamu atau industri farmasi berbahan baku cabe jawa yang terstandar, perlu didukung dengan penyediaan teknologi hulu yang memadai, sehingga simplisia dan ekstrak yang akan digunakan terjamin mutunya. Teknologi budidaya yang dilakukan petani cabe jawa umumnya belum mengacu pada standar good agricultural practice (GAP) untuk mendukung quality, safety, and efficacy (QSE). Produksi dan mutu cabe jawa diduga dapat ditingkatkan melalui pemupukan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui respon tanaman cabe jawa produktif terhadap pemupukan organik dan anorganik serta komposisinya di sentra produksi Sumenep, Madura. Penelitian menggunakan rancangan petak-petak terbagi (splitsplit plot), dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah pupuk kandang sapi (5, 10, 15 kg/phn/th), anak petak adalah dosis pupuk anorganik/urea, SP-36, dan KCl (75 dan 50 g/phn/th), dan sebagai anak anak petak adalah komposisi urea, SP-36, dan KCl (1:1:1, 1:2:2, 2:1:2, dan 2:2:1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 5 kg/phn/th pupuk kandang dengan 75 g/phn/th pupuk urea+SP-36 +KCl (1:2:2) atau 15 kg/phn/th pupuk kandang dengan 50 g/phn/th pupuk urea+SP-36+KCl (2:1:2) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman cabe jawa. Pemberian pupuk kandang saja sebanyak 15 kg/phn/th secara nyata meningkatkan produksi buah segar (7.612,5 g/phn), dan buah kering (2.537,5 g/phn setara dengan produksi 6,344 t/ha). Peningkatan produksi cabe jawa kering mencapai 28,24% dibandingkan dengan rata-rata petani Sumenep. Kadar piperin (1,87%) dan minyak atsiri (0,91%) yang dihasilkan telah memenuhi standar farmakope herbal Indonesia.

Selengkapnya...

1 Response to "Produktivitas Tanaman Cabe Jawa"