Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan


LATAR BELAKANG
Pada masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, yang disebut juga sebagai era industrialisasi, salah satu fokus utama pembangunan adalah pengembangan Sumber Daya Manusia. Tenaga kerja merupakan segmen populasi yang menjadi sangat penting dalam era ini, sehubungan dengan produktivitas industri. Sehingga dengan demikian penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja yang bertujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatannya, menjadi sangat penting. Perkembangan angkatan kerja di Indonesia di sektor formal pada 25 tahun terakhir ini sangat pesat. Pada tahun 1971 masih tercatat jumlah angkatan kerja sekitar 27,5 juta yang pada tahun 1993 telah bertambah menjadi 73,9 juta. Jumlah perusahaan di sektor formal (yang diperkirakan hanya mencakup 26% dari seluruh industri), yang pada tahun 1971 masih tercatat sebanyak 23.000 pada tahun 1993 telah mengalami peningkatan menjadi 147.842. Diperkirakan bahwa baik jumlah perusahaan maupun angkatan kerja di sektor formal akan meningkat terus dengan pesat, terutama dalam menyongsong era globalisasi pada tahun 2005 nanti.
Perkembangan di sektor industri tersebut, menuntut dukungan penggunaan teknologi maju dan peralatan canggih, yang antara lain juga membawa konsekwensi digunakannya berbagai bahan kimia dalam proses produksi. Penggunaan teknologi dan peralatan canggih tersebut di satu pihak akan memberikan kemudahan dalam proses produksi dan meningkatkan produktivitas, namun di lain pihak penggunaan teknologi maju cenderung untuk menimbulkan risiko bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang lebih besar, terutama bila ketrampilan tenaga kerja masih rendah, seperti keadaan di Indonesia ini, yang sebagian besar (74%) tenaga kerjanya masih berpendidikan Sekolah Dasar saja. Pada tahun 1971 misalnya pemakaian bahan kimia dalam proses industri masih tercatat sebanyak 3000 jenis, namun pada tahun 1993 sudah tercatat 50.000 jenis bahan kimia yang digunakan dalam proses industri; sehingga kemungkinan seorang tenaga kerja terpajan bahan kimia yang mengakibatkan penyakit akibat kerja semakin besar. Di lain pihak efek terhadap kesehatan manusia baru diketahui untuk beberapa ratus bahan kimia.
Hal ini telah lama disadari oleh pemerintah Indonesia, sehingga dibuat peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu unsur perlindungan tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerja dan menjamin agar sumber-sumber produksi digunakan secara aman dan efisien serta menjamin kelancaran proses produksi yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan produksi dan produktivitas.
PERMASALAHAN
Insidens Penyakit Akibat Kerja maupun kematian yang berhubungan dengan pekerjaan belum diketahui, kecuali di beberapa negara maju tertentu.
Hal ini terutama disebabkan oleh karena:
• Sulit untuk menghubungkan suatu penyakit dengan penyebab tertentu.
• Kurangnya informasi mengenai prevalensi pajanan pada populasi tenaga kerja.
• Besarnya biaya yang diperlukan untuk mendapatkan data yang akurat dan menganalisanya.
• Hanya sebagian kecil bahan kimia yang digunakan dalam industri telah yang diketahui efeknya terhadap kesehatan manusia.
• Di dalam masyarakat masalah Penyakit Akibat Kerja belum merupakan prioritas.
Kegagalan untuk mengenal dan memahami Penyakit  Akibat Kerja merupakan suatu masalah yang cukup mengkhawatirkan, karena berdampak :
- Tenaga kerja dirugikan secara material karena tidak mendapatkan Jamsostek yang menjadi haknya.
- Tidak dilakukan pengendalian yang adekuat di perusahaan.
- Terjadi kecacadan dan kematian akibat kerja, karena tidak dilakukan penanganan penyakit akibat kerja sejak dini.
Walaupun di Indonesia telah diberlakukan UU wajib melapor penyakit akibat kerja, serta UU mengenai Jamsostek dan yang didukung pula oleh SK Presiden mengenai Penyakit Akibat Kerja, sejak tahun 1978 baru 3 Penyakit Akibat Kerja didiagnosis dan dilaporkan. Sedangkan di negara-negara maju, dengan pengendalian di tempat kerja yang lebih baik, setiap tahun dilaporkan ribuan penyakit akibat kerja; di Amerika Serikat misalnya Kanker Akibat Kerja saja setiap tahun terdiagnosis sekitar 17.200 kasus (4% dari insidens kanker pada umumnya).
Hal tersebut di atas pada umumnya disebabkan oleh karena para dokter kurang mendapatkan pendidikan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja, mereka tidak dilatih untuk mengerti proses-proses industri, toksisitas bahan-bahan kimia, serta tidak dididik dalam epidemiologi dan permasalahan hukum maupun etika yang khusus untuk kedokteran kerja.[....]

(Oleh: Astrid Sulistomo, Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta)
Selengkapnya...

0 Response to "Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan"

Post a Comment